Rabu, 03 Januari 2007

Toleransi dua langkah...

Gue termasuk penggemar otomotif. Gue senang membaca tabloid atau majalah yang berhubungan dengan otomotif. Kadang-kadang diniatin beli malah. Meskipun hobi gue yang satu ini tidak diikuti dengan keahlian mengutak-atik mesin. Ya, gue suka melihat fitur dan desain kendaraan, tapi bodoh berat kalau disuruh memperbaiki kendaraan rusak.

Dulu jamannya hampir lulus kuliah, gue sempat berangan-angan menjadi staf redaksi sebuah tabloid otomotif terkemuka. Enak kali ya, pikir gue waktu itu, bisa kenalan sama mobil dan motor baru, malah bisa test drive lagi! Padahal waktu itu gue nyetir mobil aja belum lancar. Sok tau banget. Setelah itu gue dengar-denger (lupa darimana) bahwa salah satu tes untuk menjadi staf redaksi harus bisa menjelaskan perbedaan prinsip kerja mesin 2-tak dan 4-tak. Nah lo! Mati kutu dah gue. Akhirnya cita-cita itu terlupakan sudah, dan sampe sekarang gue gak bisa menjawab pertanyaan itu ^_^

Belakangan, gue mulai mengamati ciri-ciri kendaraan (motor) bermesin dua tak dan empat tak. Motor bermesin dua tak sepertinya lebih cocok buat melaju kencang. Tarikannya lebih responsif. Top speed lebih mudah tercapai (dan sepertinya lebih tinggi dari motor empat tak) meskipun bensinnya lebih boros. Sedangkan motor bermesin empat tak lebih bertenaga, dalam beberapa kasus lebih irit, dan sepertinya lebih enak untuk diajak cruising dan melakukan perjalanan jauh dengan medan yang bervariasi (seperti tanjakan dan turunan).

Dan akhir-akhir ini gue menemukan satu lagi perbedaan antara dua tak dan empat tak. Yaitu dilihat dari sisi pemiliknya. Pemilik sepeda motor dua tak adalah orang yang diharapkan mempunyai toleransi lebih tinggi daripada sepeda motor empat tak. Kok bisa? Itu tak lain karena ciri ciri mesin dua tak yang standarnya saja bersuara full treble dan memekakkan telinga. Mungkin lalu-lintas Jakarta yang sepadat ini masih menyisakan ruang bagi para pecinta kecepatan, namun masalahnya jadi lain apabila motor dua tak ini mesti masuk lingkungan pemukiman yang di Jakarta ini rata-rata padat. Udah tak terhitung berapa kali anak gue yang sudah ditidurkan dengan susah payah mesti terbangun karena suara motor cempreng yang lewat di depan rumah di atas jam sebelas malam. Mau diminta memperlambat lajunya? Sama saja. Suaranya pun tak kurang kencang. Serba salah jadinya.

Dugaan ngawur gue, orang-orang pemilik motor dua tak itu rata-rata masih lajang yang tidak punya masalah seperti gue. Atau orang yang kalau sudah tidur akan sulit dibangunkan dengan gempa bumi sekalipun (mungkin mesti disiram air seember seperti di sinetron2). Apalagi orang-orang yang memodifikasi motornya sehingga suaranya yang cempreng malah makin cempreng. Atau suara motornya yang sudah baik-baik saja malah menjadi cempreng. Gue berharap sih aturan tentang emisi pada kendaraan juga diikuti oleh aturan tentang polusi suara. Dan ini mengikat produsen kendaraan maupun produsen part aftermarketnya. Tapi pada saat kita bicara peraturan, pasti nanti berbuntut pada penegakkan peraturan itu, kepedulian aparat, juga disiplin para pengguna kendaraan. Malah menambah kusut hal-hal yang selama ini memang sudah kusut. Dan gue malah makin pusing mikirinnya, padahal awalnya cuma pengen bisa tidur lebih tenang.

Apa mesti begitu? Bagaimanapun kalau gue hanya berharap  pada 'toleransi'-nya secara sadar pasti sulit. Sama sulitnya mengharapkan toleransi orang yang merokok di tempat umum. Jangan-jangan nanti ada yang komen di sini: "Punya motor dua tak itu urusan pribadi masing-masing, marilah kita mengurusi diri sendiri dulu". Atau lagi, "Pasang peredam suara di kamarnya dong" atau yang paling canggih, "Salah sendiri tinggal di pemukiman padat. Sudah tau bising malah nekat. Pindah saja sana ke real estate." Kalau sudah begini, gue cuma bisa garuk-garuk kepala gue yang gak gatal....



10 komentar:

  1. Sama aja dengan jargon "kalo mau enak naik taksi ajaaa" some kind of tolerance ...

    BalasHapus
  2. orang2 di sini emang aneh, kalo bikin orang lain kesel berasanya malah gaya dan keren, "Asik gue diperhatiin". padahal pingin banget nimpuk... soal toleransi ini kayaknya kalo masyarakatnya memang mengerti bisa kok diterapkan.

    tahun lalu gue berkunjung ke sebuah kota, dan jam 10an baru balik ke penginepan yang terletak di perkampungan lumayan padat (sewanya lebih murah :D), dan ada bapak2 yang lagi menuntun motornya keluar dari gang, kata cowok gue "Emang harus begitu supaya nggak mengganggu orang yang tidur."

    hmmm... mungkin elo harus pindah ke kota ini ris :) where everybody respect each other more ;)

    BalasHapus
  3. Ooo... kota di mana cowok lo tinggal ya, Pik? ^_^

    Bukannya di sono populasi sepeda motornya lebih gila-gilaan? Temen gue yang di sana menolak buat nyetir mobil karena perilaku pengendara motornya yang lebih brutal dari Jakarta.... pas gue liat sendiri, emang sih :P

    Ternyata tinggal dimana pun, kita mesti menyesuaikan diri dengan kaum kurang toleran yang ternyata masih mayoritas.. :P

    BalasHapus
  4. saatnya membeli sidewinder/AMRAAM untuk sepeda motor (ukuran kecil) buat tarok dirumah ...

    BalasHapus
  5. mungkin dengan memperbanyak polisi tidur di sepanjang jalan depan rumah akan sangat membantu Ris, ya.. namanya juga usaha :D silahkan aja trabas kalo mau cararoplok sanah..

    BalasHapus
  6. weleehh... banyak polisi tidur nyebeliinn... kayak jalan di atas setrikaan raksasa. bagusnya sih ada keamanan di depan gang dan ujung gang satu lagi yang bakal mendenda pengendara motor yg semena2 atau kalo ada yg suara motornya cempreng timpukkin aja (rata2 kan masih muda tuh) pasti kapok deh :p

    BalasHapus
  7. mungkin aja ta.. tapi ya itu.. Motor cempreng itu kagak ngaruh cepat atau pelan.. Suaranya tetep aja kenceng! Makin pelan dia jalan, makin lama kita ngedengernya bukan?

    Jadi inget dulu pernah ada polisi tidur di depan rumah, dipasang oleh tetangga depan. Yang tidak diikuti dengan dibuatnya penerangan jalan. Suatu malam pada saat gue sedang mencuci piring di dapur, gue mendengar suara vespa yang ngebut dari kejauhan. Lalu mendekat. Lalu terdengar suara gubrak. Dan terdengar orang mengaduh, "Uanjeeeeennnngggg!"

    kekekekekekekekek....

    BalasHapus
  8. Mau buat sidejob pik? Nanti warga urunan buat upahnya deeh.. Posnya dah ada kok ^_^

    BalasHapus
  9. wah, dinesnya malem doang kan? upahnya gede gak? kalo iya mau deh... daripada kerja di adpertaising sama2 begadang tapi seret gini kekekeke **curhat solongan :D**

    BalasHapus