(sebelumnya, dengan segala hormat kepada siapapun yang mungkin tersinggung membaca tulisan ini, percayalah gue gak bermaksut menghakimi atau menghina siapapun...)
Kemarin gue mendapat sebuah kabar. Salah satu teman gue ditengarai menjadi seorang gay. Atau tepatnya salah satu teman gue
lagi menjadi seorang gay. Ya, ini bukan yang pertama kalinya. Sejak SMP gue sudah mendapati beberapa teman gue, bahkan teman dekat gue, pindah haluan orientasi seksualnya, atau senggaknya sangat mengundang pertanyaan. Dan berita kali ini jadi gak bikin gue kaget lagi. Gak kaget tapi bingung. Kebingungan yang sama yang gue rasain sejak teman SMA gue dulu juga mengaku menjadi gay. Bingung karena gue sama sekali gak tau apa yang harus gue lakukan.
Gue bingung karena itu adalah teman-teman gue sendiri, yang gue cukup peduli. Apakah sebagai seorang teman gue seharusnya menghormati pilihan pribadinya dan membiarkan saja dia apa adanya? Ataukah sebagai seorang teman gue harus berusaha mengembalikan dia ke jalan yang benar? But, then again, 'benar' itu kan sesuatu yang bisa jadi sangat relatif tergantung sudut pandang. Bagaimana kalau orang yang ingin kita 'benar'kan tidak merasa salah?
Kebingungan gue ini berlaku juga untuk hal lain, misalnya teman-teman gue yang mau pindah agama, mengaku memakai obat terlarang, atau berniat mendirikan lagi partai komunis. Apa yang bisa gue bilang sama mereka? Betul itu pilihan pribadi. Betul mereka bisa menjalaninya tanpa mengganggu siapapun. Apakah benar? Hak dan kewajiban orang-orang sampai kapanpun akan terus bersinggungan baik kita akui atau tidak. Gak mungkin ada hal yang kita lakukan yang tidak akan 'mengganggu' senggaknya perasaan orang lain. Dan sedihnya, lingkaran terkecil orang yang merasa 'terganggu' ini justru orang-orang yang sebenarnya menaruh peduli.
Gue mau gak mau membandingkannya seperti ini. Misalkan orang tua yang sepanjang umurnya berusaha mendidik anaknya dengan cara yang terbaik menurut norma agamanya. Namun ketika anaknya dewasa dan hidup mandiri, dia malah menjadi homoseks, memakai obat terlarang, dan mendirikan partai komunis. Siapa yang salah? Apa salah orang tuanya karena gagal mendidik anak? Mestinya sih tidak ya. Mestinya si anak yang sudah dewasa sudah bisa menanggung sendiri konsekuensi dari pilihannya. Kalau orangtua saja 'dibebaskan' dari tanggung jawab seperti itu, apalah kalau hanya seorang teman? Belum lagi kalau gue memakai norma agama sebagai dasar pendapat gue. Biasanya malah jadi lebih gampang bertengkar daripada masalahnya terselesaikan. Karena ternyata penafsiran agama pada tiap orang bisa berbeda-beda. Dan gue merasakan itu pada teman-teman gue yang gue lihat masih khusyuk beribadah sambil terus mengkonsumsi alkohol dan obat terlarang...
Gue percaya bahwa sebagai individu, manusia juga punya fungsi sosial. Tanpa norma sosial, mestinya sih peradaban gak bakal pernah maju. Dan gue sendiri menolak menjadi bagian dari masyarakat yang permisif terhadap segala sesuatu. Atau jangan-jangan, ini tandanya kemajuan peradaban? Ah, kok kayanya putus asa banget kalo gue sampe berpikir begitu. Cuman emang gak bisa dipungkiri, bahwa semakin ke sini, (atau semakin modern?) kebebasan individu ini jadi semakin tinggi dan sakral tempatnya sehingga sulit diganggu gugat. Padahal kan gak ada yang namanya kebebasan mutlak, betul?
Kembali ke soal teman(-teman) gue ini, apa yang mesti gue lakukan?
Dan gue jadi penasaran. Apa temen-temen gue yang perempuan2 juga sering menemukan teman sesama perempuan menjadi lesbian?