Senin, 19 Maret 2007

ketika nyawa tak lagi berharga...

kemarin gue menyaksikan kejadian yang bisa jadi salah satu yang paling horor yang pernah gue saksikan...

Sedang dalam perjalanan ke arah Pondok Indah, gue melewati jalan Ampera untuk belok ke arah Jeruk Purut. Di pertigaan Ampera persis di depan rumah makan Sederhana gue tertahan di lampu merah. Baru sebentar gue berhenti, sesuatu merebut perhatian gue. Dari arah depan gue, beberapa orang dewasa terlihat berlari di tengah jalan, beberapa terlihat membawa sesuatu. Di belakangnya gue melihat beberapa motor ikut mengejar. Perasaan gue gak enak, gue curiga ini tawuran. Tapi gue gak melihat batu-batu berterbangan. Dan lagi gue terjebak di tengah lampu merah jadi gue gak bisa kemana-mana, gue berusaha tetap tenang.

Salah satu pelari dihadang oleh sepeda motor yang menghadang dari arah depan. Mereka bertabrakan. Si pengendara motor terpelanting dengan kerasnya. Si pelari yang juga terjatuh ditunjuk-tunjuk oleh salah satu pengejar sebelum kemudian kepalanya dihajar oleh tongkat golf. Ya, tongkat golf berujung besi itu berkali-kali menghujam si pelari yang cuma bisa meringkuk di aspal. Teman-teman si pengejar lalu ikut menendang dan menghajar si pelari dengan tongkat dan besi. Semuanya mengincar badan dan kepala.

Dewi yang duduk di samping gue melihat itu semua sambil tercekat. Kita semua shock sesaat dan cuma bisa bengong karna kagetnya. Pelari yang lain berhasil lolos dari kejaran dan lari melewati mobil gue. Di belakangnya sebuah motor yang pengendaranya mukanya merah padam mengejar. Dia tertangkap di sebelah kanan mobil gue, tepat di parkiran rumah makan Sederhana. Posisinya yang terjepit membuat dia tidak bisa lari lagi. Sekali ia dihajar dengan tongkat golf dan tersungkur. Belum cukup, si pengendara motor menjalankan motornya dan dengan sengaja melindas si pelari. Astaghfirullah!... Dia melindas si pelari yang tersungkur tepat di perutnya, dan mengerem motornya tepat di atas tubuh si pelari sehingga beban motornya terus menindihnya. Sementara itu pengejar yang lain yang baru sampai menghujami tubuh dan kepalanya dengan pukulan bertubi-tubi dengan tongkat golf yang dibawanya sampai tongkatnya bengkok.

Sementara lampu tak juga hijau. Dewi dan kakanya yang ikut dalam mobil gue mulai menangis. Pengendara motor di depan gue sepertinya sama shocknya sehingga dia terdiam saja. Gue mengklakson supaya dia cepat maju karena gue ingin cepat pergi dari situ, tapi klakson mobil gue gak mau bunyi (kok ya, bisa... sekali2nya gue butuh klakson malah gak mau bunyi). Untung akhirnya si pengendara motor yang membonceng seorang perempuan memajukan motornya sebelum sehingga kita bisa cepat-cepat kabur dari situ.

Sampai beberapa saat, kita bertiga masih shock, kaki terasa lemas. Dan sampe sekarang kejadian itu masih terbayang di mata gue. Bagaimana nasib korban pemukulan itu ya? Gue gak tau alasannya apa, mungkin mereka memang perampok. Mungkin juga bukan. Tapi apapun itu tidak bisa membenarkan perlakuan biadab yang mereka terima. Mereka juga manusia.

Jakarta memang kota yang brutal dan melelahkan. Bagaimana gue bisa membesarkan anak gue di tempat seperti ini?


34 komentar:

  1. dream on! Welcome to the jungle ..

    BalasHapus
  2. mgkn perlu segera diadaken gerakan menulis ttg peristiwa2 kebiadaban macam diatas (entah apapun alasannya) dengan ulasan reflektif... lebih sbg bagian dr proses dialog sosial saja, ndak perlu lgsung mempertanyakan efektifitas hasil.

    BalasHapus
  3. ulasan reflektif tu macam apa ya kak leninius.. saya bisanya menulis tak karuan begini ^_^

    BalasHapus
  4. hehe embuhlah.. coba tanyakan pada dephea yang bergoyang...

    BalasHapus
  5. Ah gila banget itu kejadian... tapi terus terang gue juga pastinya bakal bengong kalo liat kejadian yg sama, tapi pikir punya pikir gimana caranya ya bisa survive di atmosfir brutal jakarta? banyak pilihan lewat di kepala, tapi kok ya ujung2nya selalu cari selamat... apa emang itu jalan satu2nya ya? bisa gila dah kalo tiap hari disuguhin kekerasan kayak gitu... belom yg di tipi, di koran dan lain2... gimana dong men?

    BalasHapus
  6. Gue melihatnya kok kekerasan lahir dari ignorance, ignorance membuahkan keputusasaan. Dan keputusasaan ini yang menumbuhkan penyakit kekerasan. Pada saat seseorang merasa terampas haknya, terlepas benar atau tidak, dan merasa tidak ada jalan keluar, ya satu-satunya solusi cuma kekerasan supaya orang tidak 'main-main' lagi sama dia. Segitu parahkah? Kalo gue pikir2 iya juga sih, tapi kok gue agak gak rela ya...

    BalasHapus
  7. gila bener,walau salahnya gimanapun seharusnya segalanya bisa di selesaikan secara hukum ya,bukannya negara kita negara yang mengenal hukum,ada apa dengan orang2 itu?apa mereka sudah tak mengenalinya lagi?
    untuk sementara kayaknya masih agak aman tinggal didesa ya

    BalasHapus
  8. kayak gerombolan copet yg tega2nya nglempar korbannya ke rel dr KA yg melaju cepat. para penumpang yg gregetan akhirnya menghajar habis copet yg sial tertangkap. dan copet pun mangkin brutal. akhirnya kayak telur dan ayam duluan yg mana...

    BalasHapus
  9. mungkin lebih tepatnya jadi 'penindas' dan 'tertindas' mana duluan...

    BalasHapus
  10. hmm.. ya..ya.. gue dengar di Batam orang-orangnya rukun damai saling bertegur sapa, bernyanyi dan menari sambil bergandengan tangan...

    ..dalam irama hosmusik tentunya...

    ya..ya..

    BalasHapus
  11. Buset... denger di mana lu? O_o

    Pikir2... orang2 kita hebat juga ya?
    - Dilindes motor, gpp
    - Dipukul pake golf club, malah club-nya yang bengkok

    BalasHapus
  12. ih, kok hebat sih... gue ingetnya lagi aja masih merinding...

    BalasHapus
  13. g juga pernah ris ngeliat kejadian kayak gitu di kawasan pramuka. org dah habis babak belur dan berdarah2 tp msh dipukulin. g d seberang jalan cuman bisa terpana dan kayaknya pikiran g kosong krn saking ngerinya. mau jalan kayaknya kaki ga bisa ngelangkah. padahal di situ ada dua pak polisi, tp mrk diem aja...hiks, kalo inget lagi, stress sendiri...

    BalasHapus
  14. biyarpun terancam pusing2,
    gw lebih milih denger hosmusik daripada dipukulin pake stik golf...
    (atau mendign mukulin orang yang nyetel hosmusik pake stik golf?)

    >,<

    BalasHapus
  15. ngeri amat sih ris... kita pindah ke Nepal aja yuks... bawa temen2 bikin perkampungan sendiri di kaki gunung himalaya, bertani dan bercocok tanam sambil mengembala domba... anak2 pasti hidupnya aman nyaman damai dan bahagia deh.... lo nanti jadi guru gambar, gue guru menulis, dien guru hubungan internasional, dewi dan tity jadi guru akuntansi... ayoo siapa mau daftar juga?

    **jakarta memang sangat kejaaammm**

    BalasHapus
  16. di Nepal ada advertising agency yang bagus?

    BalasHapus
  17. hmmm beneran emangnya lo masih mau kerja di adpertising ahensi?

    BalasHapus
  18. ya gimana ya, dah kadung nyemplung di sini.. Mana tau ahensi di luar negeri lebih oke.. (meskipun di Nepal) :))

    BalasHapus
  19. nanti kudu ada yang jadi client, terus jadi AE terus berantem deh... kalo mau aman nyaman tentram, gue denger di Nepal ada mata pencarian sebagai pemburu madu... ketrampilan cuma bisa manjat pohon dan tahan sengatan lebah doang.. gimana? tertarik :p

    BalasHapus
  20. Hm... Nepal... tempat singgahannya Tintin
    Nightwing / Richard Grayson juga belajar ilmu melayang di situ

    BalasHapus
  21. Oh ya? Minta alamatnya dong, pengen juga bisa melayang...

    BalasHapus
  22. Gue jadi teringat:
    Ada kata Melayu yang masuk ke perbendaharaan kata bahasa Inggris, amok, dari amuk (mengamuk). Ternyata sejarah dan identitas kita begitu lekat dengan kekerasan.

    BalasHapus
  23. di Mesir banyak lowongan Ris, lg booming advertising dan IT di timur tengah...orangnya juga ramah2 sama orang asing, palagi yg pinter bhs arab dan inggris, kotanya cukup bersih dan nyaman, cuma nggak kuat musim panasnya aza bisa nyampe 42 derajat!

    BalasHapus
  24. wah serius nih.. kayanya lebih prospektif daripada Nepal :D

    BalasHapus
  25. 42 derajat?
    latihan dulu di batam deh... :p

    BalasHapus
  26. Sama donk ama DC kalo 42 derajat.

    BalasHapus
  27. plus debu-debu intan sahara nggak? *bete sama sepatu yg nggak bs kinclong*

    BalasHapus
  28. ane belum pernah ke batam sii, katanya harga2 barang impor disana lebih miring yak?!...

    BalasHapus
  29. Aku jadi ingat iklan layanan masyarakat di Inggris (kalau ndak salah inget), bentuknya papan di stasiun kereta api yang menunjuk ke bawah. Tulisannya kira-kira: "Di sini, seorang pria dibunuh oleh 10 orang. Satu orang yang menusuk. Sisanya hanya diam."

    Intinya emang yang kamu bilang, Ris, ketidakacuhan. Kalau nggak ada lagi yang protes (bahkan di blog), secara tak langsung kita mendukung perbuatan seperti itu.

    BalasHapus
  30. Ya, dan lebih jauh lagi, aku rasa masing2 dari kita warga indonesa juga menyimpan keputusasaan karena merasa bahwa tidak aman, hak-haknya sedikit banyak diacuhkan oleh yang berwenang. Perasaan yang sedikit2 ini mungkin di masyarakat yang ekonominya makin ke bawah semakin besar jadi mendekatkan mereka pada hukum rimba...

    BalasHapus