Rating: | ★★★★ |
Category: | Movies |
Genre: | Action & Adventure |

Buat yang belum nonton film pertama, Ip-Man didasarkan (secara sangat bebas sih :D) pada kisah hidup Yip Man, seorang guru beladiri aliran Wing Chun yang kelak akan menjadi guru dari Bruce Lee. Di film pertama, diceritakan saat Ip Man (Donnie Yen) masih tinggal di Foshan, Guangdong, dan menjadi seorang guru beladiri yang sakti mandraguna namun sangat rendah hati. Ia tidak ingin orang mengetahui kejagoluarbiasaannya, dan hanya ingin berlatih dan mengasah kemampuan dengan para koleganya. Hal ini sempat membuat kesal istrinya yang cantik jelita namun penyabar (uuuh.. gemmesss :P) Cheung Wing-sing (Lynn Hung) karena melihat suaminya yang kerjanya hanya mengurusi beladiri dan menolak tawaran berbisnis dari sahabatnya, Chow Ching-chuen (Simon Yam) yang memiliki pabrik pengolahan kapas.
Semua berubah ketika Jepang menginvasi Cina di tahun 1937 dan membuat semua rakyat Cina jatuh miskin. Ip Man pun bekerja di tambang batubara yang diambil alih militer Jepang untuk menghidupi keluarganya. Namun melihat temannya terbunuh dalam pertandingan beladiri memperebutkan sekantung beras yang diadakan oleh Kolonel Miura, petinggi militer Jepang di Fo Shan saat itu. Ip Man yang terusik rasa keadilannya akhirnya menerima tantangan terbuka Kolonel Miura yang kemudian membakar semangat perlawanan rakyat Cina, meskipun akhirnya setelah menang ia secara licik ditembak. Dalam keadaan sekarat Ip Man
berhasil melarikan diri ke Hong Kong bersama keluarganya.
Film pertamanya begitu berkesan buat gue. Berbeda dengan film beladiri Mandarin yang lain, Ip Man terasa 'nyata' karena penggunaan koreografi pertarungan yang pas. Tidak ada terbang-terbangan, atau selendang berubah sekeras pedang. Yang ada adalah adu tinju dalam kecepatan tinggi dan penggunaan senjata yang hebat. Melihat Donnie Yen mengeluarkan tinju supercepat ala Tinju Bintang Utara tanpa mengubah raut muka membuat gue lupa dengan yang namanya Jet Li. Ceritanya pun sederhana dengan adegan 'pertandingan beladiri' yang cenderung stereotipikal. Namun film itu begitu membekas di gue sebagai film yang ringan, sangat keren, dan menyenangkan buat dilihat.
Jadi begitu gue melihat teaser trailer untuk sekuelnya, gue pun masuk dalam mode sakaw karena tidak sabar. Apalagi ada embel-embel nama Sammo Hung yang akan jadi lawan mainnya.

Di film kedua, diceritakan bahwa Ip Man dan keluarganya mesti memulai membangun hidup mereka dari awal. Ip Man yang hanya bisa beladiri pun bermaksud membuka sekolah beladiri, namun mendapat tentangan dari para pemilik perguruan yang sudah lebih dulu ada di Hong Kong, terutama dari Hung Chun-nam (Sammo Hung), pendiri aliran Hung Ga. Tak lain dan tak bukan adalah karena untuk berbisnis secara tenang di Hong Kong, semua patut membayar upeti kepada superintendent Wallace yang berkuasa di kepolisian saat itu, dan Ip Man menolak membayar. Perguruannya pun dikacaukan dan ia terpaksa melatih para muridnya di rumahnya dan di taman bermain anak-anak.
Namun Ip Man sendiri tak menaruh dendam. Pembawaannya yang cinta damai membuatnya memilih menghindari keributan, tapi sepertinya memang masalah yang gemar mendatanginya. Setelah dalam sebuah pertandingan tinju, Taylor "The Twister" Milos, juara dunia tinju asal Inggeris memukul mati Hung Chun-nam, Ip Man pun naik ring untuk menghentikan sepak terjang orang Inggeris yang menghina bangsa Cina.
Hal pertama yang gue rasakan setelah menonton film kedua ini adalah betapa miripnya dengan film yang pertama. Dari alur cerita, tensi, hingga 'pertandingan beladiri' yang sepertinya jadi sebuah mandatori. Agak sulit melihat film Ip-Man 2 ini sebagai sesuatu yang lebih besar dari yang pertama, namun rasanya memang si pembuat film ingin main aman dan hanya mengulang formula film yang pertama (yang memang tidak orisinil dari awal).
Namun mengingat gue bisa menikmati film pertama (dengan mengabaikan cerita yang 'terlalu' simpel dan mudah ditebak), rasanya gue bisa memaafkan film kedua ini. Apalagi di sini porsi adegan aksinya terasa sedikit lebih banyak (berbeda dengan Iron-Man 2 yang banyak dicaci karena tidak sepenuh aksi yang pertama). Di film ini pun kita melihat Ip Man lebih rapuh dibandingkan di film pertama yang terlalu sakti - karena di sini orang Inggerisnya gemar bermain curang dibandingkan orang Jepang yang bertarung dengan hormat :P - sehingga masih bisa membuat gue menahan nafas sambil deg-degan menontonnya.
Intinya, film ini tidak lebih dan tidak kurang jika dibandingkan dari film pertama. Namun kedua film ini sangat gue sarankan buat penggemar film aksi. Emang buat koreografi pertarugan dalam film, sekali lagi terbukti bahwa film-film asia (khususnya Mandarin) lebih 'megang'. Bonusnya, ada penampakan Bruce Lee yang (saat itu) masih kecil (karena konon Bruce Lee baru belajar Wing Chun saat usianya 16 tahun). Gue sangat tidak menolak kalau film ini dibuat sekuelnya lagi meskipun kabarnya Donnie Yen menolak ambil bagian dalam film yang bercerita tentang kehidupan guru Ip lagi...
walaupun pembahasan lo sempat membuat gw tertarik ingin menonton...tapi kurang greget buat mau nonton (gimana ya bahasanya?)
BalasHapusmungkin karena lu gak terlalu suka film silat mandarin? :D
BalasHapus