Minggu, 22 November 2009

the story of a monster..

Tahun berapa ya itu, gue lupa. Kalo gak salah si Alif baru berumur sekitar 1 tahun kurang lebih. Seperti biasa di suatu sabtu malam gue dan Dewi mencuri waktu buat pacaran dan menonton film midnight. Dapatlah nonton yang jam sembilanan, dan selesai kurang lebih jam 11. Setelah berenang di lautan ABG tentu saja. PIM gitu loooh...

Sepulangnya, gue melewati jalan Haji Nawi. Dan sebelum keluar ke jalan Fatmawati kita tertahan oleh lampu merah. Pandangan mata gue tertambat pada sosok seorang bapak-bapak tua yang berjualan berbagai jenis boneka.

Rasanya bapak itu usianya gak terlalu jauh dari Almarhum kakek gue pada saat beliau meninggal, dan di situlah dia berada. Di sebuah perempatan, menjual boneka. Jam setengah dua belas malam.

Seperti sudah gue duga, dagangan bapak itu tidak ada yang berminat. Pada jam segitu tentu saja tak ada anak kecil yang sedang naik mobil bersama orang tua mereka. Dan gue rasa bapak itu tahu. Bahwa dia memutuskan tetap berjualan semalam itu, rasanya memang karena kebutuhannya yang mendesak.

Meskipun begitu, gue tak melihat si bapak memaksa. Ia tak berlama-lama menempel di jendela samping kendaraan, dan segera berlalu setelah mendapat lambaian tangan. Dan setiap saat, gue selalu melihat senyum tersungging di bibirnya, seakan sebagai penjual yang baik, selalu berusaha memberikan servis sekecil apapun bentuknya.

Dan gue pun terharu. Dewi pun buru-buru mengambil uang, takut keburu lampu hijaunya menyala. "Mau dikasih berapa?" tanya Dewi. "Jangan dikasih, kita beli aja dagangannya. Hargai dia yang masih mau bekerja. Gak usah minta kembalian tapinya." kata gue. Kita pun memanggil si bapak. Ia tampak senang ada yang mau membeli dagangannya. Kita pun memilih boneka monyet yang tampaknya dibuat dengan tangan, seperti halnya semua boneka dagangannya dan menukarnya dengan selembar uang. Setelah itu lampu hijaunya menyala dan kita pun berangkat diiringi rasa terima kasih dari si bapak. Raut muka bersyukurnya kadang masih terbayang-bayang di kepala gue hingga sekarang, membuat gue sedih setiap kali mengingatnya. Apa kabarnya si bapak sekarang ya?

Boneka monyet yang menyeramkan itu akhirnya bertengger selama setahun lebih di mobil itu, buat mengingatkan pada gue dan Dewi betapa beruntungnya kita, masih bisa mengurusi orang tua kita sehingga tak perlu bekerja sekeras si bapak. Aidan sendiri awalnya takut dengan si boneka, karena dia memang takut pada semua yang berbulu. Kemarin, plastik murah yang membentuk kepalanya sudah hancur karena getas, membuat bentuknya yang memang berantakan akibat QC yang kurang sempurna makin menyeramkan. Sebelum dibuang Dewi, gue pengen mengabadikannya...

3 komentar:

  1. akhirnya haris menulis lagiiiiiiiiiiiiiii...... *terharu tersedu2*

    BalasHapus
  2. @agung: terima kasih oom, jadi malu :p

    @harley: tumben tadi loadingnya cepet :P

    BalasHapus