Minggu, 28 Juni 2009

Transformers: Revenge of The Fallen (possible spoiler)

Rating:★★★
Category:Movies
Genre: Action & Adventure
Tau istilah 'giung'? Dulu gue diajarkan, giung itu seperti kita makan dodol garut Picnic. Sepotong dua potong enak, tapi kalo kebanyakan, rasa manisnya bakal keterlaluan sehingga bikin eneg. Nah, kira-kira seperti itulah rasanya nonton film Transformers ini. Gue harus minta maaf karena pernah bilang gak ada yang namanya film kebanyakan special effect, cuma ada film yang special effectnya kampungan. Michael Bay telah membuktikan omongan gue itu salah.

Ya, film ini memang ditujukan buat remaja-remaja penggemar special effect. Dalam bayangan gue, waktu mengira-ngira target marketnya, Michael Bay membayangkan remaja tanggung yang baru bisa ngaceng. Maka di film ini akan bertebaran dengan mobil-mobil keren, ledakan, Megan Fox nungging, ledakan, Megan Fox buka baju, ledakan, Megan Fox lari-lari sambil payudaranya gondal gandul, ledakan... begitulah.

Film sekuel Transformers yang sukses besar dua tahun lalu itu, kini bercerita tentang pertempuran para Autobots dan Decepticons yang terus berlanjut. Manusia sudah bekerja sama dengan para Autobots untuk memerangi sisa-sisa pasukan Decepticons yang ada di bumi dan menjaga mayat Megatron. Dari sini sudah ketahuan betapa bodohnya pasukan manusia itu karena mereka akhirnya gak bisa membasmi semua Decepticon dan masih menyisakan Starscream dan Soundwave, dan mereka juga gagal menjaga Megatron yang akhirnya dihidupkan kembali dengan mudahnya oleh lima Decepticon yang tinggal nyemplung ke laut mengunjungi makam Megatron. Cerita diperrumit dengan asal-usul para Primes, makhluk Cybertron yang ternyata pernah datang ke bumi jaman dahulu kala, namun terpecah dan menyisakan The Fallen, nenek moyang para Decepticon yang ingin bangkit dan menguasai bumi, Sam Witwicky yang mulai kuliah dan hubungan percintaannya dengan Mikaela mulai renggang. Sisanya agak blur karena semuanya entah diceritakan dengan ribet, atau gue gak sempat memerhatikan karena sibuk mengamati Meg.. eh, efek spesialnya.

Bagusnya, film ini di beberapa bagian lebih bisa dicerna dari film yang pertama. Dari segi special effect yang jadi kekuatan utama film ini, adegan-adegan bertarung lebih mudah dicerna dan diamati kecanggihannya. Dua bintang gue ini buat adegan pertarungan Optimus ketika ia berusaha menghajar Starscream dan Megatron sendirian, juga adegan pertempuran terakhirnya. Hanya saja, di banyak bagian, film ini juga terasa lebih memusingkan. Entah kenapa Michael Bay senang sekali memutar kamera ketika robot-robot itu sedang bertransformasi. Oke, 3D-nya keren, kita ngerti. Tapi kan gak mesti pas Ironhide berubah, kameranya berputar. Optimus berubah, kameranya berputar. Bahkan adegan dialog Starscream dan Megatron di atas gedung pun, kameranya berputar-putar. Pusiing!

Ceritanya? Cerita apa? Meskipun filmnya lebih panjang dari film pertama, sepertinya memang waktu tambahan itu tidak diinvestasikan buat menceritakan kisah yang bagus. Buat yang merasa film Transformers yang pertama itu messy, karena film kedua ini adalah film yang lebih besar, jadilah ceritanya juga semakin berantakan. Terlalu banyak karakter baru mencoba menyita waktu di layar, dan hampir semua karakter baru itu dimaksudkan buat menjadi karakter banyolan. Kecuali The Fallen tentunya. Barisan Autobot diramaikan oleh dua bersaudara yang entah kenapa bergaya seperti orang kulit hitam stereotipikal yang hobi berantem, ngobrol dengan bahasa slang orang hitam, bodoh, dan bergigi emas. Lucu? Menurut gue sih enggak. Sebagian besar joke di film ini buat gue kalo gak udah sering gue dengar, ya terlalu nyerempet soal seks.

Di tengah-tengah film gue tiba-tiba menuduh Michael Bay ini adalah pendukung partai Republik. Kenapa begitu? Karena di situ jelas-jelas disebutkan bahwa film ini terjadi masa pemerintahan presiden Obama, dan salah satu karakter baru yang ada di film ini adalah Galloway, seorang liaison menyebalkan yang selalu membawa-bawa otoritasnya sebagai utusan presiden. I might be reading too much into this, tapi karakter ini begitu menjengkelkannya, gue sampe berpikir, Michael Bay menciptakan 'utusan presiden' ini menyebalkan karena keputusan presiden yang menyebalkan. Di satu adegan, bahkan si utusan presiden ini mempertimbangkan menyerahkan Sam Witwicky kepada para Decepticon sebagai strategi mengedepankan diplomasi.

Membawa semangat film pertama yang mengagung-agungkan mobil Amerika, film ini lagi-lagi menampilkan mobil-mobil baru keluaran GM. Si kembar Autobot, Skid dan Mudflap, berubah menjadi Chevy Trax dan Chevy Beat. Jolt, juga seorang Autobot, berubah menjadi Chevy Volt. Satu-satunya mobil non-GM yang keren, Audi R8, dijadikan Decepticon bernama Sideways. yang dengan mudah dimusnahkan oleh Sideswipe yang merupakan Chevy Corvette Stingray Concept di adegan pertama. American bastard! Let's try that in the Nurgburgring...

Masalahnya lagi, menurut gue, kebanyakan tokoh-tokoh baru itu tidak membawa arti apa-apa bagi cerita. Seorang Jetfire yang aselinya keren digambarkan menjadi Prime tua yang berjalan pun mesti memakai tongkat. Selain si kembar yang cuma buat lucu-lucuan itu, cuma Sideswipe yang kelihatannya membuat pasukan Autobot menjadi tambah tangguh. Padahal di bagian Decepticon, ada Constructicons, lima robot yang bisa berubah jadi alat-alat berat dan bergabung menjadi satu robot raksasa. Sayangnya kesemua robot-robot keren ini bisa dibilang cuma nongol sebentar dan tidak signifikan, karena screentime-nya udah diabisin sama dua bersaudara norak itu.

Belum lagi kehadiran robot Decepticon yang bisa menyamar jadi manusia. Ini yang menurut gue paling WTF. Kalo emang bisa menyamar jadi manusia, kenapa gak nyamar jadi presiden Amerika? Itu karena tokoh robot cewek ini cuma dibikin buat ngasih hambatan terhadap hubungan percintaan Sam dan Mikaela. Klise banget. Mikaela yang hubungannya udah kritis karena ditinggal Sam kuliah, mergokin Sam di tempat tidur sama cewek lain. Plis deh..

Ingat adegan di film pertama di mana potongan All Spark itu bisa membuat mesin penjual minuman atau henpon Nokia jadi robot? Nah, di film ini adegan itu ada lagi. Kali ini, korbannya adalah alat-alat dapur rumahnya Sam. Cuman yang gue heran, kalau para Transformers itu sebenernya adalah makhluk Cybertron yang dateng ke bumi dan mengambil bentuk mobil-mobil supaya bisa menyamar di antara manusia, robot alat-alat dapur itu apa? Kenapa tiba-tiba mereka bisa jadi Decepticon, dan dengan cerdasnya mengikuti Mikaela untuk merebut potongan All Spark padahal tidak satupun ada adegan robot-robot itu diperintah Megatron, atau Soundwave?

Dan Megan Fox. Oh Megan Fox.. Cowok yang nonton di sebelah gue pun gak henti-hentinya bilang sama pacarnya waktu si Megan Fox ini nongol di layar, "Cewek ini cantik banget yak...". Menurut gue sih, penampilan Megan Fox di sini cuma bisa dilewatin kalo dia telanjang di film berikutnya. Asli gue gak ngeliat fungsi dia di film ini selain ngasih bumbu sex appeal. Chemistry antara dia dan Sam pun kerasa kering, meskipun gue yakin para penonton banyak yang gak keberatan selama dia tetap terlihat seksi. Gue juga gak ngerti kenapa perempuan ini bisa bodinya bagus padahal selalu makan gorengan. Gak percaya? Liat aja sepanjang film bibirnya gak bisa mengatup dan kelihatan berminyak terus.

Intinya, film ini memang dibuat untuk lebih dari film yang pertama. Lebih lama, lebih besar, dan lebih memusingkan. Puja-pujalah tim special effectnya yang berhasil membuat film ini jadi meriah. Tapi selain itu, film ini begitu berantakan dari segi penceritaan dan logika ceritanya, dan itu datang dari gue yang penggemar film-film kacangan.

Sejak penayangan pertamanya, film Transformers ini booming luar biasa di Jakarta, sampe begitu banyak bioskop di Jakarta full berhari-hari sama orang-orang yang nonton film ini, sampe ada yang bilang ini film terbaik tahun ini, dan pada nonton lebih dari sekali. Karena itu, gue sebenernya berharap lebih. Dan gue agak kecewa. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, kalo film ini dianggap tidak seperti film konvensional, tapi serangkaian gambar-gambar gila yang menghajar syaraf, Transformers Revenge of The Fallen ini brilian...

Senin, 22 Juni 2009

Tikus bermotor di labirin bernama Tebet...

Karena satu dan lain hal, pagi ini gue harus mengantarkan sebuah barang ke sebuah alamat di Tebet. Pilihan gue adalah 1) Mengeposkannya lewat kantor pos yang terletak tepat di depan kantor gue 2) Mengucapkan bismillah dan mencoba mengantarkannya sendiri, sambil sebelumnya tak lupa untuk berpamitan pada keluarga kalau-kalau tidak pulang selama beberapa minggu.

Ya, seperti yang kita ketahui bersama, daerah Tebet dulunya adalah sebuah labirin raksasa yang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda untuk mencegah para pekerja rodi melarikan diri ke Jawa Barat. Beberapa pekerja rodi ada yang tergoda untuk mencoba menaklukkan labirin tersebut dan gagal, mereka malah tambah tersesat dan akhirnya memutuskan untuk menetap dan makin lama berkembang menjadi daerah pemukiman Tebet yang kita kenal sekarang. Puluhan tahun setelah Indonesia merdeka, daerah Tebet tetap menjadi labirin yang membingungkan. Namun modernisasi telah menjadikan daerah ini lebih beradab, artinya ketika kita tersesat, kita akan dengan mudah menemukan warung untuk beli teh botol sehingga kita tidak akan mati kehausan seperti leluhur kita dulu**.

Eniwei, untuk lebih mempersulit diri, gue bertekad untuk TIDAK bertanya, kecuali gue sudah tersesat lebih dari dua minggu. Gue bertekad untuk menggunakan GPS tercanggih karunia Tuhan, yaitu otak gue sendiri. Meskipun gue gak pernah hapal daerah Tebet, gue tak patah arang buat terus mencoba. Dan tadi pagi, setelah mengedrop Dewi di kantornya, gue pun melesat ke daerah Tebet, menggunakan petunjuk teman gue sebelumnya. Alamat yang gue cari adalah Tebet Timur Dalam Vi. Dan dalam percobaan pertama, gue sudah menemukan Tebet Timur Raya. Lucky! Padahal yang gue lakukan cuma mengikuti arah kebanyakan mobil berjalan :D Dari situ gue dituntut buat terus berpikir cepat. Tebet Timur Dalam? Apakah ada Tebet Timur Luar? Ini semakin rumit ketika gue menemukan beberapa jalan sudah kehilangan papan penunjuk jalannya. Orang-orang yang sedang nongkrong di ujung jalan sungguh menggoda gue buat bertanya, tapi gue kembali membulatkan tekad, dan BERBELOK KE BELOKAN BESAR PERTAMA YANG GUE TEMUI..

Ah, Tebet Timur Dalam! Gue lagi-lagi beruntung. Lalu gue menelusuri gang-gang kecil yang gue lewati. Tebet Timur Dalam XB. Lho, kok tau-tau B. A-nya di mana? Lebih bingung lagi pas gue melihat ke arah seberang. Tebet Timur Dalam VIII. Lho, dari delapan kok ke sepuluh B? Sembilannya mana? Tapi karena yang gue cari adalah Tebet Timur Dalam V, gue tetap cuek. Dan gue mulai bernafas lega setelah gue menemukan Tebet Timur Dalam VI, memperlambat motor gue untuk masuk ke gang berikutnya yaitu.. Tebet Timur Dalam IV. LHOOOO??? LIMANYA KEMANAAAA???

Mulai cemas, gue masuk ke Tebet Timur dalam IV. Gue telusuri jalan itu sambil melihat ke kiri dan ke kanan. Tebet Timur Dalam V gak gue temukan juga, sampai akhirnya jalannya habis dan gue mentok di jalan.. Tebet Timur dalam II. Karena gue kidal, gue pun belok kiri sambil memperhatikan plang jalan. Ternyata, nomer jalannya makin banyak, jadi gue berbalik arah sampai akhirnya gue menemukannya... Tebet Timur Dalam V! YEAARGHHH!!

Nah, sekarang Tebet Timur Dalam Vi.... Menurut logika gue, Tebet Timur dalam Vi adalah percabangan dari Jalan Tebet Timur dalam V. Gue sengaja melambatkan laju motor gue supaya tidak terlewat. Tebet Timur dalam Va, dan diseberangnya... Tebet Timur Dalam I. Gue tiba-tiba merasa sakit kepala... Dengan mengacuhkan gang di barisan kanan, gue pun memfokuskan pikiran pada gang di barisan kiri. Tebet Timur dalam Va, Vb, Vc... dan jalannya habis. Padahal gue mencari Tebet Timur dalam Vi. Setelah mengucapkan taubat kepada Tuhan, gue pun masuk ke jalan Tebet Barat Dalam Vc, merasa hampir tersasar setelah menemukan jalanan berbatu, tapi ternyata.. Di situlah letak ujung jalan yang gue cari! Alhamdulillah, ternyata Tuhan memang mendengar taubat umatNya! Gue pun bertemu dengan orang yang dimaksud dan perjuangan gue pun terbayar dengan pertemuan singkat yang mengharukan itu *haiyah*

Gak lama kemudian, gue siap kembali melanjutkan perjalanan menuju kantor. Masalahnya, saking sibuknya tadi gue mencari jalan masuk, gue lupa mengingat ancar-ancar buat ke luar dari situ....

** semuanya, kecuali soal warung teh botol, tentu saja cuma karangan gue... :D

sekarang gue tau apa yang gue benci dari multiply layout baru ini: LOADINGNYA JADI LAMAAA!!

I know Pixar movies were generally sweet, but I don't know that they're THIS sweet...

(diterjemahkan dari sumber aseli di sini)

Colby Curtin, gadis berusia 10 tahun penderita kanker vaskuler fatal, bilang pada ibunya bahwa dia ingin tetap hidup untuk menonton film Pixar terbaru, Up. Tapi sebelum ia sempat datang ke bioskop, kondisinya memburuk dan membuatnya tak stabil untuk dipindahkan kemana-mana.

Keluarganya kemudian menelepon kantor Pixar, mengarang nama untuk melewati mesin penjawab otomatisnya, dan menceritakan kondisi Colby kepada orang pertama yang menjawab telepon mereka tersebut. Seorang pegawai Pixar langsung terbang mengunjungi rumah sakit tempat Colby dirawat dengan membawa DVD, mainan, dan poster film Up tersebut.

Colby tidak bisa menonton karena sakitnya yang amat parah memaksa matanya terus tertutup, sehingga sepanjang film, ibunya yang berada di sampingnya menceritakan adegan-adegan filmnya.

"Do you think you can hang on?" tanya ibu Colby suatu waktu.

"I'm ready (to die), but I'm going to wait for the movie," jawab gadis itu.

Di akhir film tersebut, sang ibu bertanya apakah Colby menikmati film tersebut, dan Colby mengangguk mengiyakan.

Colby kemudian meninggal dunia pada sore itu, dengan satu permintaan kecil terakhirnya  terpenuhi...

(cerita lengkapnya di sini)

Kamis, 18 Juni 2009

Suramadu...

Beberapa waktu yang lalu, seorang kawan yang aseli Madura pernah bercerita ke gue, kenapa proyek jembatan Suramadu dikerjakan begitu lama. Katanya, penduduk setempat banyak yang mengambil bahan bangunan pembuatan jembatan. Jangankan mandor dan pekerja jembatan, polisi pun tidak mereka hiraukan. Pengambilan seringkali dilakukan siang hari dan terang-terangan, dan hanya bisa berhenti kalau tentara berjaga di lokasi.

Seminggu setelah jembatan Suramadu selesai dan dibuka untuk umum, dilaporkan beberapa properti jembatan sudah mulai berhilangan. Lampu-lampu penerangan jalan yang diletakkan di tembok jembatan dan sudah dilindungi baja, baut penguat pagar pemisah jalur motor, dan penutup saluran air raib oleh tangan-tangan jahil. Tak cukup jahil, tangan-tangan tersebut juga menghias kabel penguat jembatan dengan tulisan standar muda-mudi jatuh cinta yang sepertinya dibuat dengan benda tajam sehingga mengancam kekuatan kabel. Terhitung sudah 42 lampu yang hilang sehingga pada malam hari pengendara kendaraan harus berhati-hati karena penerangan berkurang, belum lagi memang karena masalah pasokan listrik, bentang tengah jembatan terancam gelap gulita.

Kalau udah begini, klaim bahwa jembatan Suramadu ini memiliki usia pakai 100 tahun jadi meragukan...

Rabu, 10 Juni 2009

Nice...

Rasanya gue lupa kapan beli komik Amerika betulan terakhir kali. Keseringan baca comicscan, gue sampe lupa rasa asiknya merasakan tekstur kertasnya di ujung jari, mencium bau cetakannya, dan bisa dibaca sambil tidur-tidurannya itu :D

Meskipun komik obralan, meskipun gue gak segitu demennya sama Spider-Man...

Awwwww.....

Selasa, 09 Juni 2009

Suatu hari di bazaar mainan...

"Wah, Abang, lihat!" kata gue sambil mengambil kotak kecil yang terpajang di atas meja. "Ini apa ya?"
gak persis begini sih, tapi mirip lah kontet-kontetnya :P


"Spider-Man" kata Alif yang saat itu lagi gue gendong sambil nyengir. Lalu ia memperhatikan figure kecil yang ada di tangan gue itu.

"Lho kok, Spider-Man-nya gendut?" katanya sambil tertawa. Gue selalu gemas melihat si Alif bertanya dengan awalan "lho kok.." dan muka heran. Kocak banget.

"Iya yah, kok Spider-Man nya gendut?" kata gue lagi. "Kayak siapa ya?"

"Kaya ayah" jawab si Alif dengan wajah lempeng. Tepat di depan mbak-mbak penjaga stand yang senyum-senyum sendiri....

Ugh...

Pagi-pagi disambut tampilan baru multiply. Gue jadi pusing. Sepertinya gue sedang gak terlalu siap menghadapi sesuatu yang baru. Too many things on my mind right now. Belum lagi multiply ini kalo diakses dari kantor sering banget connection interrupted tiap mau buka page.

I'll get back to you later lah ya... Meanwhile, I've got so many mess to take care of myself..

Rabu, 03 Juni 2009

The Battle of Patuha

Beberapa minggu yang lalu, gue dan kawan-kawan sekantor pergi ke Ciwidey dalam rangka outing. Acara tiga hari tiga malam ini diisi dengan berbagai macam games, leyeh-leyeh, makan-makan dan bercanda tak karuan. Sungguh selingan yang menyenangkan di tengah rutinitas pekerjaan yang sering menjemukan.

Setelah games-games yang penuh canda tawa, di hari kedua mulailah kegiatan yang standar dilakukan oleh rombongan yang berlibur di alam pegunungan, main paintball atau ATV. Atau adalah kata kuncinya di sini, karena meskipun kita di Ciwidey tiga hari, waktu untuk bermain permainan ini hanya beberapa jam saja, jadi kita harus memilih salah satu. Buat gue yang belum pernah main keduanya (kesian deh gue.. :P), gue pun mengalami dilema berat.

Dan limabelas detik kemudian gue pun memutuskan, gue akan main paintball. Adapun alasannya adalah:
1. Gue belum pernah bermain paintball
2. Gue penyuka game-game first person shooter dan gue pikir kapan lagi gue bisa trigger happy di dunia nyata?
3. Sepertinya lebih seru karena bermainnya harus berkelompok
4. Sepertinya akan keren berfoto dengan perlengkapan tempur, apalagi bawa senjata macam rambo saja.

Nah dari point keempat inipun sebenarnya sudah ketahuan masalah yang akan gue hadapi. Mari kita lihat foto yang akhirnya gue ambil. Bayangkan di depan gue ada puluhan tentara bayaran yang bergelimpangan setelah menerima berondongan gue...


Yak, ternyata penyelenggara paintball hanya menyediakan satu ukuran kostum, dan ukuran tersebut adalah all size. Siapapun pencipta ukuran all size harus dibawa ke mahkamah internasional atas kejahatan pada kemanusiaan karena jelas-jelas all size tidak muat untuk semua orang, apalagi yang berbadan kekar seperti Sylvester Stallone (dan berperut kekar seperti gue). Saking tidak pasnya kostum pinjaman itu, gue cuma memasang kancing dan tali pengikat, karena ritsletingnya gak bisa dipasang.

Akhirnya sudah bisa ditebak, gue yang bermaksud memamerkan skill menembak gue yang sudah gue dalami bertahun-tahun (di komputer) akhirnya menyerah pada nasib. Ronde pertama gue mencoba menjadi sniper untuk meminimalisasi gerak. Akhirnya peluru gue habis padahal game baru berjalan beberapa menit saja. Dan dari semuanya, tak satupun yang pecah mengenai musuh. Ternyata memang senapan paintball tidak bisa ditembakkan terlalu jauh ya... (maklum pemula, heheheh). Gue mencoba mencolong close hit demi mencuri angka dengan senapan kosong. If I'm down, somebody has got to go down with me. Apadaya gue keburu tertembak tanpa bisa membalas (sayangnya menyambit lawan dengan senapan tidak dihitung sebagai hit)

Ronde kedua, gue mencoba lebih aktif. Bergerak ke sana ke sini mencari celah buat maju. Apa daya selain posisi awal yang lebih rendah dari tadi, gue menghadapi masalah lain, yaitu kesulitan mencari tempat bersembunyi. Niatan untuk merangsek maju akhirnya malah membuat gue bergerak ke sana kemari mencari perlindungan. Gue pun berguling dan merangkak, sambil berpikir keras bagaimana cara untuk maju.

Lalu terdengar teriakan dari belakang gue. Yang berteriak adalah Alma, rekan AE sesama tim anti-teroris.

"Haris! Celana lu melorot!!!"

Rupanya saking asiknya berguling dan merangkak, gue tidak merasa kalo celana loreng pinjaman itu sudah melorot hingga ke lutut. Celana yang gue pakai di dalamnya pun agak turun membuat celana dalam gue ikut mengintip sedikit. Ternyata, karena tidak bisa diritsleting, kancing penahan satu-satunya sudah lepas   entah ke mana dan celananya terkoyak-koyak karena gue berlari dan berguling..

Seketika, hancur sudah moral pasukan gue yang berada di garis belakang.

Ronde kedua dan ketiga pun akhirnya dimenangkan oleh tim teroris membuat mereka unggul telak tiga kosong. Di ronde ketiga, gue pun tidak bisa berbuat banyak karena selain takut merusakkan satu celana lagi, gue tertembak telak di kaki. Selain itu ada hambatan lain, napas gue yang gak pernah olahraga ini pun sudah setengah-setengah.

Moral cerita dari cerita peperangan ini adalah; jangan percaya kalo main paintball itu hanya buat senang-senang. Di dalamnya terdapat persaingan harga diri yang tinggi sekali. Apalagi kalau anda bermain bersama teman-teman kerja misalnya, dan anda merasa anda di kantor banyak musuh. Sudah dipastikan anda yang akan diincar pertama kali begitu peluit tanda mulai dibunyikan. Belum lagi kalau anda bermain dengan teman-teman yang jago main Counterstrike atau pengumpul mainan airsoft gun yang haus darah mencari kesempatan untuk menembak sasaran bergerak di dunia nyata...

Kedua, meskipun bercanda, paintball membutuhkan bodi yang fit. Stamina sangat dibutuhkan, apalagi kalau anda berniat untuk menang dan menyombong karena berhasil menembak bos anda misalnya (tenang, pakai saja alasan gak keliatan, kan semuanya pake masker). Dan yang tak kalah penting, pastikan tersedia kostum yang pas dengan ukuran badan anda. Kalau tidak ada, gue sarankan lebih baik pilih kegiatan lain yang tidak membutuhkan kostum khusus. Seperti memetik strawberry misalnya...