Minggu, 11 Mei 2008

Sedih juga...

Beberapa minggu ini, kelas komik gue tiap sabtu terasa agak sepi. Salah satu murid gue tidak masuk tanpa kabar. Yah, di kelas yang muridnya cuma dua orang, gak masuk satu aja pasti kerasa banget :D. Sabtu kemarin, gue datang ke bagian administrasi buat menanyakan apakah murid gue itu ada kabarnya, karena gue sendiri mencoba meng-sms tapi tak ada balasan.

"Iya, kak Haris. Agung kemaren udah konfirmasi. Dia udah keluar. Gak bilang sih alasannya kenapa"

Agak shock juga gue mendengar kabar itu, meskipun bukannya tidak pernah gue perkirakan sebelumnya. Agung ini salah satu dari segelintir murid yang masih bertahan belajar di tempat kursus gue. Dulu awalnya ada dua belas orang, dan yang bertahan tinggal empat. Dua diantaranya ada di kelas gue ini. Dan khusus Agung, gue sebenernya agak berharap banyak.

Di antara semua murid gue, dia yang paling oke. Dasar menggambarnya sudah bagus. Hanya saja masih terkesan ragu-ragu. Ini ditambah sifatnya yang pendiam. Agak sulit sepertinya membuatnya ekspresif, sehingga jika menggambar pun kadang idenya masih agak lurus. Makanya betapa gembiranya gue waktu mulai masuk di kelas gue, dia membuat ide cerita untuk komik yang menurut gue keren banget...

Alkisah di Indonesia di masa depan, masalah transportasi sudah sedemikian menggila. Lalu sebuah perusahaan multinasional membuat terobosan baru yang diharapkan dapat mengatasi masalah ini. Perusahaan tersebut membuat alternatif alat transportasi personal yang berbentuk payung! Ya, alat yang tak ubahnya seperti payung biasa ini dapat membawa penggunanya terbang. Payung-payung terbang ini kemudian menjadi trend dan pemakaiannya sudah semakin umum. Komik ini bercerita tentang Eri, seorang anak SMP dan sahabatnya yang sedang berkunjung ke sebuah mall karena mendengar di sana akan dijual payung transport model terbaru edisi terbatas. Acara belanja yang menyenangkan tiba-tiba berubah ketika rival si anak, yang merupakan anak seorang pengusaha kaya, juga bernafsu mendapatkan payung tersebut. Dan mall yang tenang itu tiba-tiba menjadi ajang pertempuran mereka...

Komik itu baru gue lihat jadi sampai taraf draft. Dari batasan 12 halaman, ternyata dia memintanya buat dijadikan 16 halaman. Draftnya terlihat sangat menjanjikan, fun, penuh aksi, dan seru. Sayang gue gak bakal melihat jadinya...

Yah, all good things must come to an end... Semoga ini tidak berarti karir menggambarnya berhenti sampai di sini. Semoga ini cuma gara-gara kak Haris ini memang kurang enak mengajarnya...Hmm, sepertinya memang mesti ada yang mengevaluasi gue....

13 komentar:

  1. emang susah jadi guru mas..aku akui..

    BalasHapus
  2. idenya bisa dibikin komik serius ya

    BalasHapus
  3. hmm..mungkin hrs ada pdkt lain..seengganya biar dia ga belajar sama lu lagi, tetep ada kontak di antara kalian...semangat ya ris, biar gue belon pernah diajarin sama lu, tp gue yakin lu canggih ngajarnya...

    BalasHapus
  4. sabar sifuuu... ilmunya di bawa terus koook ...

    BalasHapus
  5. sabar, dik haris... yang namanya guru itu cuman avatar aja
    tugasnya mengantar sang murid ke jalannya masing2 ^_^
    udah banyak banget contoh murid yang sukses abis di jalannya
    sementara sang guru yang dulu mengajarnya masih begitu2 aja

    BalasHapus
  6. mungkin bukan karena gurunya yang gak oke ris, kan banyak alasan lain, kalo sampai si agung ini bertahan sekian lama itu kan artinya dia punya harapan di elo juga... mungkin karena dia mau UN jadi diminta les di primagama :)

    BalasHapus
  7. Yang sering kita lupakan: keberhasilan guru justru sering kali terwujud dalam hal yang tidak terlihat gamblang. Banyak yang tanpa sadar menganggap bahwa keberhasilan guru itu seperti yang tergambar dalam film-film silat zaman kuda senam tai chi: sang guru mengangguk-angguk melihat kemajuan muridnya, "Tak ada lagi yang bisa kuajarkan. Pergilah merantau." Dua puluh tahun kemudian sang murid jadi jagoan persilatan.

    Padahal justru keberhasilan guru itu terlihat dari hal-hal bawah sadar yang menuntun ia untuk mengambil pilihan dalam hidup. Saat terhimpit dalam jurang kesulitan, misalnya, dan ia memutuskan untuk terus merangkak naik hingga berhasil... bisa jadi itu akibat inspirasi seseorang yang ia kenal dulu, yang melakukan hal serupa.

    Dalam hal itu, seseorang tersebut lebih berhasil menjadi guru, daripada seseorang yang dibayar untuk mengajar murid-murid menghapal tahun-tahun sejarah perjuangan Indonesia, misalnya.

    Jadi, asalkan Haris selama ini telah mengajar dengan sepenuh hati, percayalah bahwa itu telah memberi pengaruh. Semoga yang positifnya cukup kuat dan menempel menjadi bagian dari kepribadian murid-muridmu.

    BalasHapus
  8. Padahal aku sudah merencanakan acara kelulusan dengan mengangguk-angguk dan melepas mereka naik kuda menuju matahari terbenam... :D

    BalasHapus
  9. energi mengajar yang lu keluarin gak bakal sia-sia deh ris... gw rasa-rasanya jugak begetoh kalo inget dulu maseh anak-anak.. kagak konsisten.. segala macam les gak ada yang kelar tuntas... hehe...

    interstudi buka magister komunikasi tuh ris... ada kelas khusus hari sabtu doang full day... berminat ?? gw lage pikir-pikir neh...

    BalasHapus
  10. Hmm... yang gue kuwatirkan sekarang, ini menular ke murid gue yang tinggal satu ini. Dulu sempet gue terpikir mau cabud karna manajemen kursus gue rada gak jelas. Tapi gue urungkan karna sayang banget mereka masih setengah jalan..

    Btw, Gie... lu nawarin gue ikutan kuliah apa gimana sih? :D

    BalasHapus
  11. Ah, pak haris suka merendah nggak pedean ... :D

    BalasHapus
  12. Sambil nyanyi, "I'm a poor lonesome cowboy..."?

    BalasHapus
  13. Gak dong.. naik kudanya ngebut sambil diiringi theme song Indiana Jones...

    BalasHapus