Senin, 08 Oktober 2007

Lagi-lagi perihal si tetangga yang kurang ajar...

Malaysia Tangkap Istri Diplomat RI
Selasa, 09/10/2007

JAKARTA (SINDO) – Istri Atase Pendidikan pada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, Muslianah, menjadi korban perlakuan semena-mena aparat Malaysia.

Dia ditangkap petugas razia imigran gelap setempat. Atas perlakuan ini, KBRI di Kuala Lumpur melayangkan nota protes keras kepada Malaysia. Menurut Sekretaris III Konsuler KBRI Kuala Lumpur Eka Widyantiningsih, nota protes itu berisi keberatan KBRI Kuala Lumpur terhadap perlakuan tidak manusiawi dan tidak wajar yang dilakukan anggota Rela,Malaysia.

Rela adalah organisasi relawan rakyat di Malaysia yang sering melakukan razia imigran gelap asal Indonesia. ”Beliau (Muslianah) telepon saya pukul 18.30 (waktu Malaysia) dan mengeluh kejadian yang menimpanya. Setelah itu kami memutuskan untuk melayangkan nota protes,”terang Eka ketika dihubungi SINDO dari Kuala Lumpur,kemarin.

Eka menjelaskan, peristiwa penangkapan terjadi saat Muslianah sedang mengambil pakaian hasil jahitan di sebuah pusat perbelanjaan di Chow Kit, Kuala Lumpur, pukul 15.00 waktu Malaysia. Tiba-tiba, Muslianah dihampiri dua orang petugas Rela yang meminta kartu identitasnya.

Muslianah, yang saat itu ditemani pembantunya, langsung mengeluarkan kartu identitas sebagai keluarga diplomat karena dia adalah istri pejabat Atase Pendidikan di Malaysia, Imran Hanafi. Kartu tersebut merupakan identitas keluaran Kementerian Luar Negeri Malaysia,namun petugas Rela tidak percaya.Mereka meminta paspor Muslianah yang asli, bukan fotokopi.Sayang saat itu Muslianah tidak membawa paspor asli.

”Seharusnya, dengan menunjukkan kartu identitas sebagai istri pejabat Indonesia, beliau segera dilepaskan,” jelas Eka. Bukannya dilepas, yang terjadi kemudian Muslianah bersama pembantunya digiring ke pom bensin yang lokasinya tidak jauh dari Chow Kit. Muslianah, pembantunya, dan beberapa orang Indonesia yang dituduh tidak memiliki kartu identitas dikumpulkan di pom bensin tersebut.

”Sayangnya Bu Imran (Muslianah) tidak menanyakan dan tidak mengingat nama petugas Rela itu. Beliau hanya ingat satu lelaki keturunan India dan satu petugas lain.Di pom bensin itu juga banyak polisi Malaysia,” terang Eka. Akhirnya, setelah sekitar satu jam berada di pom bensin itu, Muslianah menghubungi anaknya dan meminta dibawakan paspor asli hingga kemudian dibebaskan petugas Rela.

Menurut Eka, tindakan yang dilakukan petugas Rela itu tidak wajar mengingat Muslianah adalah istri diplomat Indonesia.Apalagi, saat razia Muslianah sudah menunjukkan kartu identitas dengan jelas. Di Malaysia, Rela merupakan petugas seperti jajaran pertahanan sipil (hansip) di Indonesia. Mereka bukan petugas resmi dalam struktur kepolisian Malaysia.

”Mereka dijanjikan akan diberikan 80 ringgit untuk setiap penangkapan warga negara lain yang tidak memiliki permit di Malaysia. Mungkin ini (jumlah uang) yang mereka kejar-kejar,” tandas Eka. Eka menjelaskan, saat ini nota protes tersebut sudah dikirimkan dan sudah berada di meja Duta Besar (Dubes) RI untuk Malaysia, selanjutnya diteruskan ke Kementerian Luar Negeri Malaysia.

Dalam nota protes keras tersebut, KBRI berharap agar dua petugas Rela tersebut segera diperiksa. Namun,target waktu pemeriksaan diserahkan kepada aparat penegak hukum Malaysia. Juru Bicara Departemen Luar Negeri Y Kristiarto Soeryo Legowo mengatakan, nota protes keras ini ditujukan untuk meminta penjelasan kejadian penangkapan Muslianah.

”KBRI Kuala Lumpur merupakan kepanjangan tangan kita, jadi kita sudah mengetahui pengiriman nota protes keras seputar kejadian itu,” terangnya. Kristiarto juga menyebut penangkapan itu semena-mena karena dilakukan terhadap istri pejabat KBRI di Kuala Lumpur.”Itu hal yang tidak bisa kita terima,”tegasnya. Mengenai rencana pemanggilan Dubes Malaysia untuk Indonesia, dia menjelaskan hal itu akan dipertimbangkan. Namun, dia akan terlebih dulu menunggu perkembangan nota protes tersebut.

Penghinaan

Terhadap tindakan semenamena pihak Malaysia,Wakil Ketua Komisi I DPR Arief Mudatsir Mandan meminta negeri tetangga itu lebih menghargai warga negara Indonesia yang ada di sana. Karenanya dia mendukung langkah KBRI untuk mengeluarkan nota protes. Arief mendesak pemerintah memberikan tindakan atas sikap Malaysia itu. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah menunda penempatan Duta Besar Indonesia untuk Malaysia.

”Di sana, saat ini belum ada dubes kita. Kalau Malaysia terus berbuat seperti itu, ya kita tunda saja penempatan dubes,” ujar Arief kepada SINDO tadi malam. Menurut Arief, Pemerintah Indonesia juga bisa menurunkan tingkat diplomasi dengan Malaysia sebagai bentuk protes keras.Tidak menempatkan duta besar di negeri jiran tersebut, misalnya, tetapi hanya ditempatkan seorang kuasa usaha.

”Mungkin dengan itu Malaysia agak mikir sedikit,” tukasnya. Senada dengan Arief, anggota Komisi I DPR Sutradara Gintings meminta pemerintah untuk tidak mengirim dahulu duta besar ke Malaysia hingga kasus yang merugikan Indonesia mendapat respons jelas.

”Dengan itu mereka akan sadar bahwa ada masalah serius dengan kita.Kalau cuma reaksi biasa saja, ya akan dianggap angin lalu,” katanya. Kolega Sutradara Gintings di Komisi I, Djoko Susilo, bahkan sudah menyebut tindakan Malaysia itu sebagai penghinaan terhadap bangsa.

Pemerintah diminta bertindak keras karena perlakuan itu sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, Komisi I DPR mendesak agar pemerintah lebih tegas menyikapi Malaysia. Desakan itu terkait dengan berbagai tindakan semena-mena Malaysia terhadap Indonesia, misalnya dalam masalah tenaga kerja Indonesia, illegal logging, penganiayaan wasit karate, hingga pemakaian lagu Rasa Sayange untuk promosi pariwisata Malaysia.

”Besok kita tidak tahu apa lagi. Apakah Saudara Menlu (Menteri Luar Negeri) tidak dorong Saudara Presiden dan Panglima (TNI) untuk lebih tegas. Kalau jalan sendiri-sendiri (mungkin terlihat) tidak tegas, tapi kalau bersama kan bisa. Itu kan semboyannya,” ujar anggota Komisi I Permadi.

Menurut Permadi, jika pemerintah tidak lebih tegas pada Malaysia, negara satu rumpun tersebut akan terus menginjakinjak harga diri bangsa Indonesia. Anggota Komisi I lain, M Junaedi, mengusulkan agar pengiriman TKI ke Malaysia dihentikan saja. ”TKI yang di sana kita tarik saja. Nanti bagaimana pekerjaannya di sini, itu mari kita pikirkan bersama,” usulnya.

Menanggapi hal itu, Menlu Hassan Wirajuda menyatakan terus berupaya memperbaiki hubungan dua negara.Pertemuan antara kedua kepala negara juga terus dijadwalkan. ”Intinya ada forum untuk membangun hubungan Indonesia dan Malaysia secara baik,” terangnya. (susi/dian widiyanarko/ sofian dwi)

--------------------------------------------------

10 komentar:

  1. wadoh..wadoohh..apa zamri kita deportasi jg..hehehee..:P

    BalasHapus
  2. Kok berita itu membahasnya lebih ke arah istri diplomat, ya? Padahal kan yang nggak punya identitas diplomat lebih banyak. Dan masa sih tiap WNI di Malaysia harus bawa paspor asli ke mana-mana?

    BalasHapus
  3. Kalo aku liat sih, dia membahasnya 'wong istri diplomat yang punya kartu identitas resmi keluaran pemerintah Malaysia aja masih ditangkep' apalagi yang enggak gitu.. :P

    BalasHapus
  4. emang tuh malaysia...bisanya cuman nyuri kebudayaan orang ajah...

    BalasHapus
  5. Sayangnya nggak ke arah situ tuh, Ris. Artikel ini, misalnya, nggak mewawancarai orang yang non-diplomat. Nggak mendeskripsikan seperti apa kelompok orang-orang yang digalang di pom bensin itu.

    Kok kesannya malah disembunyikan? Bisa jadi emang sebagian orang yang digalang itu memang pendatang ilegal. Karena itu, nggak bisa jadi bahan berita.

    Atau bisa jadi berita ini hanya sekadar dari satu sumber saja, yakni sang istri diplomat--dan karena itu, sebenarnya belum layak jadi berita. Karena tidak ada pemeriksaan ulang dan tidak ada dua sisi.

    BalasHapus
  6. Kalimat pertama ini juga aneh. Jadi wajar kalau bukan istri diplomat Indonesia?

    BalasHapus
  7. Heheheh, mbuh ya Kak Isman, mungkin secara gak sengaja terkesan begitu. Dengan begitu seringnya kejadian seperti ini (dan seringnya juga dianggap angin lalu oleh yang berwenang), mungkin si koran merasa berita semacam (WNI yang diperlakukan tidak pantas karena dikira imigran gelap) ini lebih layak halaman depan kalau; a) kejadiannya dibumbui tindakan luar biasa lainnya (sadis, seperti pemerkosaan TKI kemaren), atau b) korbannya orang terkenal/pejabat..

    BalasHapus
  8. ada apa sih dengan mereka itu? mungkin saatnya kita tegas seperti jaman bung karno dulu. HEUP!

    BalasHapus
  9. asli deh.. gw bingung, kenapa masalah ama tetangga itu kok terus menerus....
    jangan2 emang kita lagi diadu domba?

    BalasHapus