Kamis, 02 Agustus 2007

Siapa suruh datang Jakarta?

Tinggal di Pinggiran Jadi Siksaan
Rabu, 01/08/2007

RUTINITAS, Naik-turun kereta dan kendaraan lainnya sudah menjadi keseharian para komuter.

BELI rumah mahal dekat kantor agar hemat waktu dan ongkos, atau pilih hemat biaya dengan rumah pinggiran, tapi boros waktu atau ongkos?

Bagi Su Wibowo, perjalanan dari rumah ke tempat kerja bisa jadi siksaan.Setiap hari, dia harus bangun pukul setengah lima pagi. Setelah sarapan, Bowo, sapaan akrabnya, bergegas mengejar kereta ekonomi dari rumahnya di kawasan Sukasari, Bogor,menuju Jakarta.

”Saya sengaja datang pagi untuk rebutan kursi. Tahu sendiri kan, kereta ekonomi panas dan penuh.Cari posisi di dekat sambungan supaya bisa tidur lebih nyaman,” ujar pria kelahiran Jakarta, 7 Februari 1981 ini. Setelah sampai di Stasiun Tebet, Bowo masih harus mengejar bus Patas AC menuju ke kantornya di kawasan Kuningan. Total perjalanannya mencapai tiga jam. Kalau di total, perjalanan pergipulang sehari sekitar lima hingga enam jam.

Hal senada dialami pula oleh Shanti Setyaningrum. Selama setahun lebih dia memilih menjadi komuter. Setiap hari, Shanti berangkat pukul 04.45 dini hari dari rumahnya di Jagakarsa,Jakarta Selatan, menuju kawasan Pecenongan, Jakarta Pusat.

”Berangkatnya harus kurang dari pukul 05.00 pagi.Kalau tidak,bisa terjebak macet.Padahal, saya tidak boleh telat karena harus memimpin rapat tiap pagi,”ungkap Public Relation Manager Hotel Alila Jakarta ini. Shanti memacu mobilnya melewati Ragunan–Kapten Tendean–Mampang– Pecenongan selama 1,5 jam. Dia tiba di kantor pukul 06.30 pagi.

Padahal, jam kantornya baru dimulai pada pukul 08.00 WIB. Sisa waktu satu jam dimanfaatkannya untuk tidur di dalam mobil di tempat parkir. ”Karena itu, saya selalu membawa serta selimut dan bantal,” ceritanya.

Apa yang dialami Bowo dan Shanti merupakan gambaran keseharian para pekerja di ibu Kota.Sebelum Jakarta semacet sekarang,tinggal di pinggiran kota (suburb) sempat jadi pilihan. Maksudnya, seseorang rela menempuh perjalanan jarak jauh dari rumah ke kantor dengan harapan mendapat gaji lebih besar, suasana lebih nyaman, serta tempat tinggal yang layak.

Namun, kemacetan,serta meningkatnya jumlah kendaraan membuat ”kenyamanan” berubah menjadi ”siksaan”. Ekonom Bruno S Frey dan Alois Stutzer dari Universitas Zurich mengungkap apa yang disebut dengan the commuting paradox di majalah BusinessWeek.

”Intinya, pengorbanan para komuter ini justru tidak setimpal dengan hasil yang diraih,” ujarnya. Survei yang dilakukan Fakultas Studi Ilmu Ekonomi Empiris di Universitas Zurich itu menunjukkan bahwa para komuter di New York, AS merasa tidak bahagia dibandingkan nonkomuter.

Menurut Stutzer, ini karena para komuter cenderung meremehkan dampak negatif dan konsekuensi yang didapat ”Mulai dari minimnya sosialisasi,waktu yang kian sempit, hingga kesehatan terganggu,” ujarnya. Hal tersebut didukung oleh sosiolog FISIP Universitas Indonesia Ida Roweida.

Dia menilai tinggal di daerah pinggiran saat ini berubah jadi siksaan dan pemborosan. Entah itu dari sisi energi, waktu, hingga uang. Betapa tidak, biaya perjalanan terus meningkat seiring dengan semakin mahalnya harga BBM.”Akibat kemacetan, biaya yang ditanggung pun berlipat dan terus menggerus pendapatan tetap,” ujar Ida.

Soal waktu pun demikian, banyak yang bekerja overtime untuk menunggu berkurangnya arus kendaraan. Hal ini dirasakan juga oleh Shanti. Tiba di rumah pukul 22.00–23.00 WIB setiap hari, lama-kelamaan membuatnya didera kelelahan.

”Tekanan darah saya turun karena kurang tidur.Bekerja pun tidak bisa konsentrasi,” ungkapnya. Akhirnya, sebulan lalu, Shanti resmi meninggalkan kehidupannya sebagai komuter. Bersama keluarganya, dia lantas membeli rumah di kawasan Kemanggisan, Jakarta Barat.

”Meski mahal, tapi tubuh dan pikiran terasa lebih fresh. Berangkat dari rumah bisa pukul setengah delapan.Waktu untuk suami dan anak juga lebih banyak. Dan setiap weekend, kami keluar kota untuk liburan,” ujarnya. Semua orang tentu tidak ingin menghabiskan waktu terlalu lama waktu di jalan.

Namun, sebagian masih menolerir batasan waktu tertentu, yang berbeda- beda setiap individu. Verawati, misalnya, masih menolerir perjalanan kantor–rumah di bawah satu jam.Awalnya, karyawan sebuah perusahaan swasta di kawasan industri Pulogadung ini mengaku sempat kewalahan setiap berangkat kerja. Maklum,ketika masih bergabung dengan keluarganya, di Bekasi Timur, dia harus menghabiskan waktu selama satu jam lebih untuk sampai ke kantor.

Namun, setelah mengontrak rumah di kawasan Harapan Baru, Bekasi, dia hanya membutuhkan waktu selama setengah jam. ”Satu jam saja sudah lelah sekali.Paling pas itu berangkat ke kantor hanya 40 menit,” kata Vera, panggilan akrabnya. (hendrati hapsari/wahyu sibarani/danang arradian)

diambil dari harian Seputar Indonesia

19 komentar:

  1. iye...siape yang nyuruh dateng? hehe.......
    gua banget tuh...depok-tebet yang jalannya tinggal lurus doang aja bisa ampe 2 jam kurang 15 menit..naek metromini di pagi hari bak adonan biskuit masuk oven, pas dikeluarin jd item (kalo kelamaan) n garing kalo dimakan...
    naek kereta?kakiku ketuker mas...
    jadi komuter emang penuh perjuangan, padahal kalo aku kan bak pulang kampung kalo ke jakarta (ga nyambung ya???)...

    BalasHapus
  2. panda:
    lho kan judulnya elu dah punya rumah sendiri? You get some you lose some, lah.. Lagian yang nulis kan bukan gue, yang nyindir lo si Seputar Indonesa tuh... :D

    nana:
    bikin agency di depok dong. Trus suruh temen2 lo bikin perusahaan di depok biar jadi klien lo :D

    BalasHapus
  3. ngena bgt nih, gue emang mrasa tua di jalan... meski gue selalu bersyukur punya kerjaan dll..

    mungkin sistem transportasi kita memang perlu ditingkatkan supaya kemana mana jadi lebih mudah..

    gue hanya berharap cepet ditemukannya sistem teleport.. hehe

    BalasHapus
  4. Iyah, yang sedih lagi kalo inget berapa bagian pendapatan kita yang dipake buat transportasi. Mau cepat dan murah tapi capek, atau nyaman tapi lama dan mahal. Entah kapan ada opsi murah, nyaman, dan cepat...

    Gue akan coblos cagub Jakarta yang mau bikin MRT! (mass rapid teleport :D)

    BalasHapus
  5. konon katanya sekarang ada taksi helikopter... menembus kemacetan dan dijamin nyampe tempat kerja kurang dari 30menit! biayanya? yaahhh cukup 3-10 juta saja :D


    (nangsib anak pinggiran)

    BalasHapus
  6. kenapa tanggal lahir harus dimasukin?...tapi ya well kebetulan tanggal lahirnya sama ni ma gw...hehehe
    tapi ..gile deh untung ada busway di deket rumah gw >___<

    BalasHapus
  7. dulu gw naik motor kebon jeruk pancoran 1 jam
    sekarang naik motor pejompongan pancoran cuma 20 menit

    masih bisa bangun jam 7 pagi... berangkat jam 7.30

    BalasHapus
  8. he eh, jalan kesekolah dan pulang sehari bisa 3.5 jam

    BalasHapus
  9. terima kasih tlah mewakili gue riss...

    BalasHapus
  10. naek depok ekspres depok-gambir cuman 30-40 menit..brkt jam 8 dari rumah, sampe kantor jam 9, dapet duduk empuk, dan kosong, bisa nerusin tidur (jangan tanya berapa ngabisin rupiah tiap bulan untuk ongkos...secara pns..) plus semuanya terjadi bila dengan syarat keretanya lancar yaaaa...

    BalasHapus
  11. emang paling enak jadi hacker. Kerja di rumah dapat uang banyak pulak.

    BalasHapus
  12. Ini sungguh bukan kualitas hidup yang baik. Virtual office dan online business mungkin bisa jadi solusi yang membantu?

    BalasHapus
  13. Tapi setiap kali pake, telinga kita ketuker ama orang lain. (Paling aman ya ketuker alis, lah.) Masih mau, Ris?

    BalasHapus
  14. with everything you loose you gain something
    with everything you gain you loose something

    Ralph Waldo Emerson

    pak Haris MEMANG!

    BalasHapus
  15. Gw saban hari kerja berangkat kantor balapan ama maling Ris......pergi gelap pulang gelap.....hiks........

    BalasHapus
  16. lysa:
    alih propesi jadi maling aja Lys.. Gak cape di jalan dan lo kayanya dah gak usah penyesuaian lagi :D

    roel:
    bapak Roel memang luas wawasannya! ROEL SUNGGUH MEMANG!!

    kak Isman:
    Gapapa deh, kebetulan bentuk alisku gak bagus2 amat...

    bubin:
    idealnya gitu sih ya, tapi sepertinya di Indonesa belon mengarah ke sana. Kecuali mau jadi freelance ato buka kantor di garasi rumah..

    akbar:
    jadi hacker halal gak sih, Bar? :D

    dieny:
    karna lo pns kan bisa pulang sore dan dateng siang menghindari macet, Dien, heheheheheheh....

    yudi:
    gue gak bisa mewakili elo Yud.. hanya bang Adang dan bang Fauzi yang bisa, itupun kalo elu tercatat sebagai penduduk Jakarta.

    ocal:
    cape banget jalan segitu lama, gak ada kendaraan ato niat ngencengin betis? :D

    inco:
    andaikan seluruh penduduk Jakarta bisa tinggal di pejompongan, Co.. :D

    BalasHapus
  17. atau tinggal di Tebet ...ihiksss

    BalasHapus