Membaca Republika hari ini, ada berita di halaman depan yang menarik perhatian gue.
Seorang anak berumur 9 tahun bernama Reza Ikhsan Fadillah meninggal setelah sempat dirawat di RS setelah mengeluh tangannya sakit. Dari hasil rontgen, diketahui tulang pangkal
lengan kiri Reza terpisah. Urat di tangan kirinya pun diketahui
terjepit tulang. Selain itu, Reza juga mengalami cedera di bagian dalam
kepala.
Dan semua itu bermula dari permainan SmackDown yang dilakukan Reza dan teman-temannya.
With all due respect kepada seluruh penggemar Smackdown, gue memang merasa acara itu bermasalah.
Dulu gue termasuk orang yang menikmati acara itu. Gue yang haus hiburan ini ternyata cukup terhibur melihat laki-laki berbadan kekar dan bercawat saling memukul dan menindih satu sama lain. Yang gue sukai adalah bagaimana masing-masing fighter hadir dengan konsepnya masing-masing, yang dipresentasikan lewat lagu pengiring masuk ke arena sampai jurus andalan.
Sekarang pun gue masih suka menonton acara itu bersama adik gue, sekedar untuk lucu-lucuan. Ya, memang karena menurut gue acara Smackdown lebih banyak lucunya daripada serunya.
Gue paham bahwa acara itu adalah untuk tujuan 'hiburan' semata. Itu terlihat dari teknik 'gulat' yang dikeluarkan banyak yang tidak serius dan cenderung hanya untuk 'keindahan' semata. Cuman terlepas dari itu, kemasan hiburan itulah yang sebenarnya agak menjebak.
Dan itu yang tiba-tiba gue sadari semalam. Pada saat gue melihat petarung Smackdown bisa saling memukul di luar ring. Mengeroyok satu petarung yang tidak berdaya. Memakai alat bantu kursi, tongkat, tangga, bahkan meja untuk melumpuhkan lawannya. Dan itu disaksikan oleh penonton yang bersorak.
Pada saat gue melihat Arnold Suasanazegar menghajar musuhnya, gue tidak menyoraki untuk menyemangatinya. Karena menurut gue meskipun terlihat keren dan sadis, itu sesuai konteks filmnya. Gue tidak melihat itu sebagai kenyataan, dan hanya hiburan semata. Pada saat gue melihat seorang anggota polisi menghajar demonstran di berita, gue marah terhadap si polisi arogan itu meskipun mungkin gayanya menghajar sama kerennya dengan Arnold. Karena konteksnya adalah kenyataan. Dan acara semacam Smackdown mengaburkan konteks tersebut. Apakah ini olahraga? Kenapa begitu sadis dan lepas kontrol? Apakah ini fiksi? Kenapa ada ring dan wasit? Kalo bohongan kenapa bisa berdarah-darah?
Bahkan meskipun gue mulai menikmati Smackdown pada saat gue dewasa, gue selalu sulit menahan keinginan untuk mengsmackdown laki-laki yang gue temukan sedang berbaring tanpa curiga (jangan-jangan emang guenya bermasalah :P). Bagaimana pengaruhnya buat penonton anak-anak? Apa acara tersebut bukan buat anak-anak? Kok mainannya bisa ditemukan dengan mudah di toko mainan? Apa sebenarnya yang kita dapatkan dari menonton Smackdown? Buat gue gak ada. Selain budaya kekerasan khas Amerika Serikat. Apakah gue terhibur dengan itu? Kok gue sekarang jadi sedih ya kalo gue merasa terhibur dengan tontonan vulgar brutalisme macam itu. Kayanya gue jadi bagian orang brutal semacam itu.
Siapa yang salah dalam kasus kematian Reza? Mungkin yang salah adalah ketidakdewasaan kita dalam (lagi-lagi) menyikapi media, terutama televisi. Pihak Lativi mestinya lebih dewasa dalam menayangkan acara kekerasan macam ini dengan mempertimbangkan lagi jam tayangnya. Orang tua Reza dan mungkin banyak anak di seluruh Indonesia mestinya lebih bisa mengawasi porsi menonton tivi anak-anaknya. Dan terlebih lagi, mungkin memang mestinya lembaga pengawasan penyiaran mesti lebih selektif menyaring materi-materi layak tayang di media.
orang tuanya EGP pastinya, kemaren nonton Casino Royale, ada ortu bawa anaknya masih piyik, nonton segala macam Bond guling-gulingan n cipok-cipokan ama cewek , sambil nembakin orang dan ngancurin gedung
BalasHapusanjis.. cipokan! Dah lama gue gak denger kata-kata itu :P
BalasHapusthat's why I don't like Smackdown ato sejenisnya seperti Smackiri-Smackanan alias cipiki-cipika pake bogem....
BalasHapusCipok2an :)) Istilah jadul jaman cabo kali ya?
Martabak'ers-Alva
wuahahahh... ketauan deh si roel itu remaja 80an... XD XD
BalasHapusmakanya... mending koleksi vcd segambreng2 daripada nyalain tv terus2an...
kalo vcd, paling ngga kita udah bisa nyaring & tau isinya apa..
kalo tv? biyarpun pas acara yang bagus sekalipun.. iklannya banyak yang ngerusak juga...
(sori ris... bukan elu kan yang bikin iklan2 model itu? ^^; )
Iklan yang merusak misalnya apa ya ibu Lia?
BalasHapus*deg-degan*
PLEASE DONT TRY THIS AT HOME
BalasHapusanak kecil1: "artinya apaan tuh?"
anak kecil2: "wah, jangan kemana-mana kali!"
anak kecil1: "ya iyalah! org gw mash mau nonton."
anak kecil2: "iya gw pengen tau cara mukulnya Jon Sena."
PLEASE DONT TRY THIS AT HOME
BalasHapusanak kecil1: "artinya apaan tuh?"
anak kecil2: "home artinya rumah, mungkin artinya berlatihlah secara teratur di rumah!"
anak kecil1: "wah kebetulan, tuh ada kursi lipet nganggur."
anak kecil2: "iya, coba deh lu ceritanya lagi gak liat gitu. Trus...."
anak kecil3: "eh! pada ngapain lu!"
BalasHapusanak kecil2: " maen smekdon.."
anak kecil3: "itukan kata pak guru gak boleh!.."
anak kecil1: "kalo gakboleh kenapa ditanyangin di tipi!?"
anak kecil2: "halah banyak bacot luh!, ayo kite smek aja deh!"
anak kecil3: "aduh! sakit! aww!"
tidak ada yg tau bagaimana nasib ketiga anak tersebut, sementara orang tua mereka sedang sibuk bermain 'gulat'.
*to be continued*