Minggu, 08 Januari 2006

Ikan sepat ikan teri, Kami percepat Anda mengerti...

...itu kata-kata yang diucapkan oleh instruktur ujian praktek SIM kepada kita para 'pemohon SIM' (semua orang dipandang sederajat dimata penguji SIM, yang membedakan hanya berapa uang yang ia keluarkan :P). Yak, hari Sabtu kemarin gue dan adik ipar gue berbondong-bondong mengambil SIM C sebagai syarat kelayakan mengendarai kendaraan bermotor roda 2.

Oh, betapa udah lama banget gue gak ke Daan Mogot. Terakhir gue ngambil SIM A itu taun 1998 apa ya... pada saat situasi makin aman dan terkendali. Kini, pada saat pemerintah sedang gencar-gencarnya membenahi institusi kepolisian dari segala praktek korupsi dan percaloan, terlihat gerak gerik 'orang dalam' menjadi semakin berhati-hati. Tapi keberadaan orang dalam itu sendiri membuktikan kalo sebenarnya percaloan itu masih aja gak bisa dihilangkan. Cuman sekarang lebih ngumpet gitcu...

Pertama-tama, emang salah gue juga sih yang dengan sadar mau membayar orang untuk 'melancarkan' pengambilan SIM gue. Terus terang gue agak malas membayangkan kalau nanti harus bolak balik ke Daan Mogot. Jauh, bok! Kalau ternyata benar prosesnya seperti yang dibilang pak pulisi sih gapapa, cuman ya itu... gue dah tau pasti banyak manipulasinya daripada benernya (su'udzon banget ya gue? :P)

Anyway, meskipun gue dah bayar lebih, tetep aja gue mesti mengikuti ujian teori dan praktek. Dan gue herman banget melihat soal-soalnya... 30 soal pilihan ganda dengan tingkat kesulitan mirip ujian PMP jaman SMP. Pilih jawaban yang paling klise, hampir dijamin itu yang benar. Belum ulah orang2 yang sudah mencoret-coret lembar soal jadi kita bisa menebak mana jawabannya. Gue heran banget kalo sampe ada orang yang gak lulus ujian ini. Tapi kenyataannya, banyak tuh... Mungkin mereka orang2 lurus yang ingin ikut prosedur resmi tanpa memberi lebih... Kesian banget, orang mau bener malah dipersulit. Udah gitu hasilnya gue cuma 20 soal benar. Ngaco ah, gue yakin gue paling gak 25 bener... Kalo gini caranya kan gue bisa gak dapet universitas favorit...

Pas ujian praktek lebih parah lagi. Pak Ikan sepat dan asistennya Pak Ikan teri memberi kita pilihan untuk mengikuti salah satu saja dari tiga mata ujian yang diwajibkan. Kami percepat anda mengerti katanya, dan tentu saja bentuk pengertiannya berupa lembaran rupiah yang diselipkan di formulir ujian. Katanya lagi, ia gak mewajibkan, tidak memaksa, hanya berharap.. Gue dan adik ipar gue mikir sebentar sebelum akhirnya ikut menyelipkan uang limaribuan ke dalam formulir :P. Lha wong dari awal udah salah, sekalian aja, heheheheheh...

Total pengeluaran gue untuk mengurus SIM C jadi empat ratus ribu rupiah, udah termasuk biaya nyogok pak ikan sepat, menyewa motor buat ujian (tau gitu bawa motor sendiri :P), dan membeli pensil 2B dan pulpen (lain kali bawaaaa...). Gue dan adik ipar gue berhitung2, kalau misalnya tiap hari ada seratus atau dua ratus orang yang membuat SIM aja (gue yakin lebih sih...), berapa pendapatan tidak resmi yang bapak2 oknum itu dapatkan setiap harinya? Setiap bulannya?

Ckckck, terang aja gak bisa ditertibkan...

PS. Gue tau kenapa foto SIM gak pernah bagus. Mereka motret pake kamera digital abal-abal merk Creative yang paling gak sampe 1 MP... Blah, tau gitu bawa kamera sendiri... (kalo semua2 bawa sendiri bisa menghemat berapa ya...)

1 komentar: