Jumat, 19 September 2008

Berpuasa di Indonesia...

Kalo lagi ingat-ingat teman-teman gue yang sedang berpuasa di luar negeri, gue jadi kebayang betapa jomplang suasananya, mengingat seumur hidup gue selalu berpuasa di Endonesa. Sebenernya apa sih yang bikin berpuasa di Indonesia begitu khas? Menurut gue sih diantaranya;

- Adzan
- Kolak pisang dan makanan musiman sejenis
- Berbelanja pakaian diiringi lagu-lagu Bimbo
- Baju koko
- Makan sahur sambil nonton tafsir Al Mishbah-nya Quraish Shihab
- Lagu-lagu memuja Tuhan dari band-band yang biasanya memuja cinta...

Kalo menurut kalian apa?

Menganggur?

It's not the end of the world.

(Itu juga yang gue katakan pada teman-teman gue yang patah hati :D)

Akhir-akhir ini gue sedang banyak menemukan kasus kasus kepengangguran. Adik sendiri yang kantornya bubar, teman yang terkena perampingan di kantornya (emang dia agak gemuk sih, tapi...),  teman yang tidak lulus probation, teman yang baru saja pindah kota buat mengejar cita-cita dan teman yang baru saja pindah negara buat mensupport istrinya mengejar cita-cita.

Lima orang yang gue kenal tiba-tiba menganggur pada saat yang bersamaan! Ini bikin gue jadi berpikir banyak. Yang pertama, bersyukur bahwa gue masih diberi pekerjaan yang halal. Yang kedua, apa jadinya kalo itu terjadi pada gue ya?

Panik yang jelas, karena meskipun estriku bekerja, gue tetap yang berkewajiban mencari nafkah. Pada saat tiba-tiba terjebak pada keadaan menganggur tanpa penghasilan, apa yang bisa gue lakukan? Pertama tentu saja mengumumkan kondisi darurat merah, dan melaksanakan protokol gawat darurat 7 - secepatnya mendayagunakan skill untuk mencari pekerjaan baru. Sayangnya protokol ini mempunyai satu kelemahan mendasar. Di Jakarta, mencari pekerjaan tidak semudah mencari parkiran motor di mall eksklusif. Bahkan kelihatannya lebih sulit dari mencari baju distro ukuran XXXL.

Lalu pada poin ini, biasanya kita akan merasa stuck, menyangkut, dan kalau berkepanjangan, ya putus asa. Di sinilah hidup menguji kesabaran kita. Kalau kata salah satu karakter terkeren di serial teve, "It's a war out there, and you're a soldier. Soldiers adapt. When things aren't going as planned, you compromise and get the job done." Apakah kita mau bersabar dan terus menunggu panggilan interview, atau melaksanakan protokol gawat darurat 8 - berkompromi.

Untuk yang satu ini gue salut pada adik gue. Terbiasa menjadi pekerja di sepanjang karirnya, beberapa bulan menganggur ternyata membuatnya berubah dari yang biasanya manja jadi terus berpikir. Apa yang bisa dilakukannya dengan modal dan waktunya. Segala opsi wirausaha dijajaki kemungkinannya, dipelajari tekniknya. Dan akhirnya ia sudah menemukan ide yang cocok dengan berwirausaha memprodukdsi dan menjual pakaian anak yang aneh. Seberapa aneh? Yah lihat saja kalau sudah jadi. Tapi menurut gue ide itu brilian. Mudah-mudahan jadi (amin!)..

Betapa kagumnya gue bahwa kreativitas bisa datang dari keterpaksaan. Tapi apa mesti datang dari keterpepetan?

Tidak digaji bukan akhir dari segalanya. Dan tidak perlu menunggu dipecat atau dipaksa resign buat menjadi kreatip. Aa Ogie adalah buktinya. Dari pertama kali gue mengunjungi kantor desainnya yang tidak besar tapi mutakhir, gue sudah merasakan semangat kekreatipan dari Aa Ogie ini. Memang lebih sulit dan lebih beresiko menjalankannya, tapi kelihatannya terbayar. Hasilnya, kecil maupun besar, lebih memuaskan karena benar-benar hasil keringat sendiri. Sungguh menginspirasi cuma berada seruangan sama Aa Ogie yang MEMANG ini. Bonus lagi, punya mobil sendiri dan masih bujangan lagi.. ckckck

*kabur dari kejaran Ogie*

Tapi betulan, dua kejadian itu membuat gue berpikir bahwa pada akhirnya, kita memang tidak harus menjadi orang kantoran. Ujung-ujungnya mesti berusaha sendiri, syukur-syukur bisa membuka lapangan kerja buat orang lain. Meskipun ini memang butuh segunung keberanian. Makanya gue salut sama orang-orang yang akhirnya sukses menjalankannya. Seperti seorang teman SMA yang seumur-umur tidak pernah merasakan kerja kantoran. Meski kantor bikinannya kecil, tapi dia bisa sukses. Lebih sukses dan lebih merdeka dari yang pernah gue rasakan...

Kembali ke teman-teman gue yang sedang menganggur. Seingat gue, mereka semua punya banyak kelebihan. Banyak sekali malah. Apalah gue dibandingkan mereka *halah*. Kalau mau berbuwat sesuatu, tinggal butuh niat sahaja. Mungkin tinggal butuh keberanian tadi. Ato jangan-jangan, seperti pembicaraan gue dengan teman yang lain, ini saatnya supaya semua teman-teman gue tadi berubah ke mode gattai, bergabung menjadi satu dan bekerja bersama dengan serius? Mana tau bisa lebih berani kalo rame-rame....

Kalo iya terjadi, pasti akan sangat menarik sekali...

Minggu, 14 September 2008

hepi hepi joy joy




Alif tertawa-tawa dengan girangnya bermain sama Lightning McQueen kesayangannya setelah capek ketakutan dalam perjalanan ke sini

Semalam di Grand Endonesa..




Acara buka puasa bersama sekaligus syukuran ulang tahun estriku yang cantik jelita :D

Senin, 08 September 2008

Yearbook yourself...




http://www.yearbookyourself.com/

Pernah kebayang pengen sekolah di luar negeri? Pernah ngebayang sekolah di luar negeri pada tahun 70-an? Secara itu tidak mungkin, sekarang minimal kalian bisa ngebayangin gimana rasanya ada di buku tahunan sekolah di luar negeri, tahun berapa pun kalian suka (asal di bawah tahun 2000 tentunya :D). Caranya, tinggal masukkan foto kalian, dan lihat wajah kalian dengan template gaya ala tahun tersebut. Asyiknya lagi, fotonya bisa disave ke komputer meskipun berukuran kecil. Cukup lah buat avatar messenger :D Sayangnya lagi, pengaturannya kurang fleksibel dengan tidak adanya opsi buat memflip gambar, jadinya gak semua template bisa pas dengan foto kita.

Ayo coba! Dan kasih tau kalo sudah jadi ya... Favorit gue di sini tentu saja tahun 1970 dan 1982 :D

Minggu, 07 September 2008

Hellboy II : The Golden Army

Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Science Fiction & Fantasy
Yesterday, I was fortunate enough to be asked by a friend to accompany him watching the screening for Hellboy II: The Golden Army. If I was to watch this on my own, I must have given it second thought first since the first one, while not bad, didn't actually make want to crave for more. It's something lacking that I couldn't point out, I don't know.

Now, being directed by the famous Guillermo Del Toro, I'd say that the sequel actually managed to surpass my expectations. First of all, the short haired Selma Blair is HAWT! And other cast also performs well, with a nice addition of Johann Krauss (voiced by John Alexander), another weird but fun character as a new liaison for the FBI.

It is told that long ago, a war erupted between man and the invisible realm of the fantastic. The long time war was won by the mythical creatures, thanks to their ultimate weapon, the golden army, the seventy times seventy mechanical indestructible soldiers. But the king of the invisible creatures was wise enough not to slaughter mankind, and therefore offered truce between the two. The royal crown, controller of the golden army, was separated into three, one of them was given to man. Humans will stay in the cities while the invisibles will keep themselves to the forest. The golden army was hidden in a secret place. Thus begin hundreds of years of peace.

But heir to the invisibles kingdom, Prince Nuada (played convincingly vicious but cool by Luke Goss), thought that mankind has broken the truce by destroying the forests and the earth so he, killing the rightful king that is his own father seek to unite the golden crown and resurrect the golden army once again to punish the humans and take over the world.

Compared to the first movie, I'd say that this time the makers has successfully infuse more style and action, making it a much more fun movie to watch. And Guillermo's touch also evident in the designs of many of the fantastic creatures in this movie. It was amazing, bordering to surrealistic. The effects are nice too. Liz Sherman's power of fire manifested beautifully deadly. And that makes Selma Blair looks hotter than ever. The final battle between Hellboy and the Golden Army was well animated and exciting. It was actually creepy to see how indestructible they are.

The story is a bit on the light side. Not that it's bad because that's common in comic book movies, and I think not every comic book movie should be as head-splittingly intense as The Dark Knight. It was fun and let us enjoy all the magnificent things happened on screen easily. The humor was there and right on spot. Adding a bit of refreshing light in the dark tone of this movie.

Del Toro has already proven that he was the man when it comes to fantasy movie. I recommend this movie to whoever looking for a fun action movie, although you might not want to bring your little one along as this movie can get a bit violent at times.


Oh, and have I told you that Selma Blair is FREAKING HAWT???!!

Another stroll through the mall...

It turns out that the mall was haunted... Or at least that was what Alif might think.

Sabtu kemarin, sekalian syukuran ulang tahun istriku yang cantik jelita itu :D, kita sekeluarga pergi berbuka puasa bersama. Dengan tergesa-gesa kita memutuskan untuk pergi ke Grand Indonesia karena:

1. Kita mau ngajak si Alif ngeliat air mancur menari secara si Alif sungguh horny kalo ngeliat air mancur (dan juga balon).
2. Kelihatannya pengunjung mall tersebut bukan tipe orang-orang yang rela berdesak-desakan buat mengantri makan saat berbuka puasa.

Ternyata anggapan nomer dua salah besar, dan rencana mau makan di food court lantai empat akhirnya gagal karena tempatnya penuh orang sampe meluber berserakan di mana-mana :D. Akhirnya kita memutuskan buat mencari makan di lantai lima.

Kali ketiga kita datang ke mall ini, baru kali ini gue nyampe ke lantai lima. Ternyata lantai ini didekorasi sedemikian rupa sehingga menyerupai suasana luar ruang di kota new york (kata tulisannya, gak tau bener apa gak soalnya gue belum pernah ke new york :P). Lengkap dengan jalan beraspal dengan lubang manhole bercap departemen pekerjaan umum new york, tiang-tiang rel kereta subway, langit-langit bergambar bintang, dan pohon-pohon plastik. Di satu pojok menyerupai suasana di Jepang dengan jalan setapak dari batu, taman pasir dan pohon bunga sakura yang tentu saja plastik :D. Cukup lucu dibanding suasana di lantai bawahnya yang dingin dan minimalis.

Kita lalu berputar-putar mengelilingi lantai itu mencari tempat makan yang kosong. Si Alif kita dorong di keretanya sambil melihat-lihat suasana sekelilingnya.

Tiba-tiba kita melihat dia menelungkupkan dua telapak tangannya menutupi matanya. Kita yang menyangka dia sudah mengantuk lalu bertanya,

"Abang kenapa? Ngantuk ya?"

Tidak menjawab seperti biasanya. Alif diam saja sambil terus menutupi matanya.

Gue berusaha membuka tangannya, tapi dia sangat tegang dan memaksa terus menutupi matanya. Akhirnya gue menggendongnya dan membawa pergi sambil mulai berpikir yang tidak-tidak :D. Sesampainya di tempat makan dia kembali seperti biasa, tertawa-tawa girang. Dan gue pikir semua baik-baik saja.

Lalu selesai makan, kita bergegas menuju air mancur menari yang memang main setiap jamnya. Karena melewati tempat tadi, gue yang kuwatir menggendong si Alif. Dan benar saja. Selama digendong, Alif mendadak diam dan sibuk melihat-lihat ke arah atas. Sesampainya di pohon-pohon plastik itu, dia seperti kaget dan menyembunyikan mukanya di bahu gue, gak mau menengok meskipun kita panggil. Pikiran enggak-enggak gue makin menjadi dan gue bergegas melewati tempat itu.

Lalu tibalah pertunjukan yang dinanti-nantikan. Lampu-lampu dimatikan dan air mancur menari dimulai di jam delapan tepat diiringi lagu New York New York-nya Frank Sinatra (?). Si Alif yang tadinya masih takut mulai mengangkat kepalanya dengan penasaran. Dia takjub juga dengan permainan air dan lampu diiringi musik yang memang atraktif. Gue lalu menawarkannya buat duduk di atas pundak gue supaya melihatnya bisa lebih jelas. Si Alif mau dan gue menaikkannya ke atas.

Sambil melihat ke arah air mancur, Alif juga melihat-lihat ke atas dengan air muka cemas. Tak sampai dua menit kemudian, dia melihat ke arah atap di ujung ruangan, dan sontak minta turun. Gue kembali menggendongnya dan dia menyembunyikan mukanya lagi di bahu gue. Akhirnya sampai pertunjukan berakhir dia cuma mengintip dari gendongan gue. Setelah itu kita mengajaknya bermain ke Fun World supaya dia bisa melupakan rasa takutnya.

Sepanjang pulang, gue dan Dewi bertanya-tanya kenapa si Alif bersikap begitu. Baru kali ini kita melihat dia seperti itu. Si Alif gak takut gelap, itu pasti. Karena dia sudah terbiasa dengan gelap. Dan biasanya kalau dia takut, dia bakal menangis. Tapi ini dia cuma menutupi mukanya dan diam saja. Gue udah nyoba nanya apa yang dia liat, dia cuma bengong gak bisa menjawab.

Gue emang awam soal beginia, tapi mungkin dia memang melihat sesuatu di sana. Mungkin juga enggak, siapa yang tau. Si Alif sebelumnya datang ke situ juga biasa ajah, meskipun emang gak sampe lantai lima. Tapi mungkin gue gak bakal ngajak dia ke sana dalam waktu dekat ini. Sebagai gantinya gue mau mengajak temen gue yang katanya bisa melihat makhluk halus, mungkin akan lebih seru :D

PS.
Dan kekatro'an gue berulang. Gue mengajak dewi, ibu mertua dan adik ipar berputar-putar mall karena gue gak bisa menemukan tempat parkirnya :D

Kamis, 04 September 2008

A stroll through the mall...

Last night, as usual, I picked up Dewi on my way home. But since she's having a farewell party for a colleague, I met her not at her office, but in a shopping mall nearby.

It's one of the recently built exclusive malls in Jakarta, and Dewi told me just to wait there because she couldn't be precise as when her party will finish. I hesitated. Those exclusive malls were never felt welcoming, especially to motorbiker like me. But since I had no better choice, I went there anyway.

Fortunately, this mall provided a decent motorcycle park area. Even if I have to circle the huge building twice to find the entrance (motorbike was not allowed to pass the lobby of a exclusive mall; it's a sin). From the lowest basement, I went straight to the lobby. And then there I was, standing there not knowing where to go.

I looked around and all I found was an array of stores which name I can't even pronounced. I decided to go to a place I recognize the most; a book store. It was one or two floors up, I wasn't sure. So I followed the direction signs.

Then one thing I never thought would happen, happened. I got lost. In a freaking mall! It turns out that there's no "go on" sign. The arrows only indicated "left", "right", and "go up" without even bothered to tell me the floors it was on. So I walked around like headless chicken, occasionally turn around in confusion, and since the mall was quite empty, I must be looked like a complete idiot.

And the place was HUGE! I walked and walked and the bookstore was nowhere to be found. If I was a game designer, I could make a first person shooter game a la Doom here, complete with cosmetic salesgirls who turns to zombies, and make it last around 60 or 70 hours of gameplay, located inside the malls alone.  That was practically eternity in real life time. I walked just to find more exclusive stores where I never dare to enter. It all looked the same. So clean, even from customers. I walked so far I wasn't surprised if I ended up in France. And still I couldn't find the damn bookstore.

After days of walking :D, I finally arrived at the store I was looking for. It was quite empty like any other store in the building. And big too. The nice thing about it is that they didn't ask me to deposit my bag. I guess all customers here are rich enough they can't be shoplifters. Or maybe I accidentally passed the bags depository somewhere between Spain and France back there. I don't care.

It took me only a few minutes in the store just to make me rush out in panic. There's so many things I wanna buy! I can't possibly afford them all. Dewi called, she said she'll be coming. So I waited at the outside of the bookstore.

I sat down and thinking. Why I was never felt comfortable in big exclusive malls like this. I felt intimidated, and bored at the same time. The stuff they're selling is so expensive I can smell their expensiveness hundreds of meters away. Why would I go inside? I can't believe I'm this kampungan.

Then Dewi found me. As we walked to the basement again, I held her hand. Not that I was in the romantic mood, but I feared that I may get lost again. And that night, I admired her ability to navigate through that maze. And I looked around. I saw coffee shop sharing the same entrance with a furniture store. A bookstore inside a food court. Maybe I'm just not rich enough to comprehend it all. 

Bike to confusion

Beberapa waktu lalu gue mengutarakan niat gue yang sudah gue simpan sejak lama ke Dewi. Gue pengen punya sepedah. Selain lemak di tubuh ini sudah semangkin mengkhawatirkan, gue pengen acara jalan pagi sewaktu wiken bersama Dewi dan Aidan kembali dimulai. Tapi kali ini dengan sepeda. Sepertinya menyenangkan, dan pasti si Alif senang.

Dewi juga kelihatannya tertarik, lalu mulailah menyusun budget yang dibutuhkan. Kayanya pengen beli sepeda yang murah-murah aja. Tapi sepeda murah mana yang bagus? Lalu mulailah kita kebingungan.

Kebetulan ada seorang teman yang pesepeda handal. Di rumahnya dia punya lima sepeda dengan merk-merk yang terdengar mahal. Kepadanyalah gue bertanya.

"Sepeda yang agak lumayan itu harganya tiga jutaan lah, ris." katanya.

Gue tercekat. Budget gue, tiga jutaan udah dapet dua :D

Gue lalu menanyakan kenapa bisa semahal itu dan si teman yang sedang berada di Palembang langsung menelepon dengan antusias. Inti penjelasannya, meskipun sama-sama sepeda, ada perbedaan dari kualitas materi frame, geometri, daya tahan dan sebagainya. Dan sepeda seharga satu jutaan gak ada yang memenuhi itu semua.

Gue jadi ragu-ragu lagi. Emang sih ada uang ada kualitas. Tapi gue gak nyangka ternyata serumit itu. Buat gue duit segitu lumayan besar, dan kalo nekat gue beli ternyata onderdilnya tiap tiga bulan mesti ganti seperti cerita teman gue itu, gue agak males juga.

Sepertinya gue mesti bersahabat dengan lemak gue agak sedikit lebih lama lagi...