Jumat, 29 Agustus 2008

Numpang ngacay...

Bukannya karna mau beli sih. Eh mau ding.. tapi belum mampu... Tapi mau...Amin..

Tambahan:
Ternyata gambarnya gak bisa diklik gede, jadi liat di sini aja deh..

Kamis, 28 Agustus 2008

Lupa, pt.2

Kantor Dewi istri gue membatasi akses internet bagi karyawannya. Akibatnya, selain tidak bisa browsing yang enggak-enggak pada jam kerja, ia juga tidak bisa melakukan kegiatan favorit yang dulu mempertemukan kita berdua (ca'ilah!) yaitu chatting.

Lalu setelah kita tercerahkan dengan teknologi mobile internet, akhirnya Dewi bisa terhubung lagi dengan kawan-kawan chattingnya menggunakan program IM di henponnya.

Pada saat dia membuka account Messengernya, dia agak bingung karena menemukan beberapa nama yang dia tidak bisa ingat orangnya.

"Kamu panggil aja, tanya namanya." usul gue.

"Ih, gak ah. Seakan-akan kita jahat karena ngelupain teman."

Padahal iya. Bukan jahat, padahal emang iya melupakan teman :D

Sebagai pelupa akut, gue sangat memaklumi masalah lupa-lupa sama orang ini. Jangankan teman masa kecil, teman SMA, ato teman kuliah. Sodara sendiri pun kalo gak ketemu sering-sering pasti gue lupa namanya.

Lalu gue mengecek account IM gue sendiri dan ternyata kontak-kontak yang gue gak tau atau memang lupa, jauh lebih banyak :D. Salah satunya tadi pagi sempat mengganti avatarnya dengan foto dirinya (kayanya sih..) dan sepagian ini gue memandangi foto itu sambil berpikir keras...

"Gue kenal orang ini di mana yaaaa?"

:D maaf ya teman-teman...

Berpikir yang terburuk..

Dragon Ball adalah salah satu manga kesukaan gue. Gue dulu sangat suka bagaimana Akira Toriyama sang pengarang membuat cerita yang fun, penuh aksi, juga kocak dalam waktu bersamaan. Dalam visinya, dunia adalah tempat di mana manusia dan monster bisa hidup berdampingan.

Salah satu bagian cerita yang gue ingat adalah pada saat cyborg jahat bernama Cell muncul ke dunia. Alih-alih langsung membinasakan manusia dan menguasai bumi, ia menerima tantangan Songoku yang sebenernya saat itu sudah tewas. Jadi hantu Songoku ini meminta Cell menunggu seminggu lagi. Dalam waktu tersebut, para pembela bumi akan menantangnya dalam pertarungan satu lawan satu, dan Songoku berjanji akan ada yang cukup kuat untuk mengalahkan Cell.

Cell yang saat itu memang sangat kuat, bahkan jauh lebih kuat dari Songoku sendiri, tertarik karena penasaran. Dan ia pun menyetujui tantangan itu.

Masalahnya sekarang, siapa yang cukup kuat menghadapi Cell? Songoku sebagai yang terkuat saat itu yakin bahwa anaknya, Songohan, punya potensi untuk menjadi lebih kuat darinya. Hanya saja ia tidak mengetahui itu. Saat itu, para bangsa Saiya seperti Songoku baru saja menemukan cara untuk mengubah diri mereka menjadi kuat, yaitu dengan berubah menjadi Super Saiya berambut emas seperti pisang. Hanya orang Saiya terlatih yang bisa mengeluarkan kekuatan terpendamnya untuk berubah menjadi Super Saiya, karena itu jurus tersebut tidak bisa digunakan sembarangan. Saingan Songoku, Bejita, langsung mengambil kesempatan waktu seminggu itu untuk berlatih sekeras-kerasnya. Ia ingin menjadi orang Saiya terkuat di bumi dan mengalahkan Cell sebagai pembuktian superioritasnya dari Songoku.

Lalu apa yang dilakukan Songoku? Ia pergi berpiknik bersama keluarganya.

Semua orang heran melihat kelakuan Songoku yang begitu santai ini. Hanya saja, Songoku bukannya tidak memiliki rencana. Selama seminggu itu ia melakukan kegiatan sehari-hari, bahkan bersenang-senang bersama keluarganya dalam bentuk Super Saiya. Ia menyuruh Songohan melakukan hal serupa. Tujuannya satu, ia ingin Songohan terbiasa dalam bentuk Super Saiya yang sebenarnya melelahkan itu. Dengan begitu, jika saatnya tiba, ia tidak perlu lagi berpikir bagaimana mengeluarkan kekuatannya menjadi Super Saiya, tapi bagaimana berbuat lebih dari itu.

Kenapa tiba-tiba gue teringat cerita ini?

Adalah beberapa teman gue yang sedang merasa hidupnya rumit, yang menjadi penyebabnya. Gue merasa kurang bisa berempati karena memang tidak pernah mengalami apa yang sedang mereka alami sekarang. Hanya satu yang gue ingat pernah bilang sama mereka, jangan anggap keadaan sekarang itu akhir dari segalanya. Anggap saja besok-besok hidup akan lebih rumit lagi, karena memang kenyataannya begitu. Dengan membiasakan diri pada kerumitan hari ini, tanpa sadar kita akan lebih kuat buat menghadapi lebih banyak kerumitan di kemudian hari. Dan kalau kita bisa beradaptasi menghadapi apapun yang dilempar hidup pada kita, niscaya kita akan menjadi pribadi yang lebih kuat. Naik level, seperti kata bapak dan iburanger. Seperti halnya Songohan muda yang akhirnya berhasil mengalahkan Cell dan menjadi orang Saiya terkuat, bahkan lebih kuat dari Songoku dan Bejita yang seumur hidupnya bertarung untuk memperkuat diri.

Ah, gue gak bisa menjadi sebijak Aa Ogie memang...
Ogieee,... beri pencerahaaan!



Rabu, 27 Agustus 2008

Lupa..

Dengan kampungannya, baru tadi pagi gue mendengarkan lagu 'Oh Baby'-nya Cincha Laura. Itupun karena kebetulan terputar di stasiun radio yang sedang gue dengarkan. Padahal sudah beberapa hari lalu gue mencuri unduh dari internet karena penasaran. Eh, malah lupa disetel dan dengernya malah gak sengaja.

Dan kesan yang gue dapat dari mendengarkan lagu itu adalah. It's just another Britney rip-offs. Gue gak tau Cincha sebenernya bisa nyanyi atau enggak. Tapi logat kebule-bulean buat bernyanyi itu sangat tidak penting. Buat gue lagunya sangat mudah dilupakan. Nggak catchy apalagi enak, kecuali pengen cari sesuatu buat diingat-ingat kalau lain kali mau bikin joke tentang Cincha Laura.

Dan gue jadi teringat Mulan Jameela. Karena (mungkin) salah satu pencapaian Cincha ini dia bisa lebih Britney dari Mulan. Selamat ya Cincha!

Ngomong-ngomong lupa dan selamat. Hari ini tepat tiga tahun ulang tahun pernikahan gue dan Dewi. Tadi pagi ucapan selamat dilayangkan dihiasi cemberutnya Dewi karena berpikir gue lupa. Sebenernya gak lupa sih, tapi gue dan Dewi memang punya cara yang berbeda dalam menyikapi hari ulang tahun. Gue terbiasa sama Bapak yang cuek dan gak peduli dengan ulang tahun, sementara Dewi hobi bergadang sampe jam 12 malem buat mengucapkan selamat yang pertama kali.

Dan berhubung semalam jalanan sungguh macet, gue yang capek sukses tertidur agak awal. Dan Dewi pun cemberut karena cita-citanya bersalam-salaman tak tercapai.

Maaf ya, istriku. Semoga, kita masih bisa saling bertengkar, saling memaklumi, dan saling bersayang-sayang sampe tua. Dan beneran aku gak lupa harijadi kita, karena tepat bersamaan dengan hari aku gajian...

Minggu, 24 Agustus 2008

Pempek dan janji yang belum ditepati..

Kemarin, setelah sibuk mengantar kesana dan kemari, rombongan yang teridiri dari Dewi, Dina kakaknya Dewi, dan ibu mertua, mengajak makan siang. Dan kita pun mampir ke kedai pempek 161 di daerah radio dalam.

Gue pertama mengenal restoran ini dulu sekali waktu kakak gue berpacaran dengan seorang laki-laki berdarah Palembang. Sebagai restoran pempek yang diapprove oleh orang Palembang, ternyata memang enak. Lalu promosi berlanjut ke almarhumah ibu yang sempat menghabiskan masa kecilnya di Palembang. Cap approval kedua pun didapat, dan tempat itu didaulat menjadi tempat makan pempek favorit. Ibu suka karena di sana varian pempeknya lumayan lengkap, sesuatu yang jarang beliau temui selama di Jakarta.

Pesanan meja kita kemarin cukup beragam dari pempek lenggang goreng, adaan, kapal selam, dan tekwan buat si Alif. Gue juga memesan pangsit ikan buat di bawa pulang. Sebelumnya tak lupa kita terkena jebakan rutin yaitu sepuluh potong otak otak yang selalu habis sebelum pesanan kita datang :D

"Aku iki dadi kelingan ibu, Ris." kata ibu mertua sambil makan.

"Waktu itu pas lamaran ya, ibu bawa tekwan ke rumah? Ibu heran kok ada orang Jawa pinter masak tekwan."

Gue dan Dewi tersenyum berusaha mengingat-ingat waktu itu.

"Dulu bu," timpal gue. "Waktu Ibu udah mulai sakit, kan ibu gak bisa makan apa-apa. Semua yang ibu makan mesti keluar, bahkan air putih sekalipun. Ibu pernah mengeluh begini ke aku. "Duh, Ris... rasanya ibu pengen makan apa gitu yang enak, biar masuknya gampang..""

"Trus aku tanya, ibu emang mau makan apa?"

"Apa ya? tanya Ibu waktu itu. Apa aja deh, asal enak."

"Pempek radio dalem mau? tanya gue sambil nyengir."

"Ya mau aja sih. Tapi Ibu perutnya lagi kaya gini mana bisa..."

"Ya udah, nanti kalo Ibu sembuh kita ke sana ya.. Aku juga udah lama gak ke sana." Dan Ibu pun mengiyakan.

Tapi ternyata ibu tidak sempat sembuh. Dan kemarin itu adalah pertama kalinya gue mengunjungi tempat itu setelah janji gue ke Ibu.

Kemarin, pempeknya rasanya agak berbeda. Enak sih, tapi agak lebih sedih...

Kamis, 21 Agustus 2008

Duh, ngapain sih Jumat-Jumat mikirin beginian?

Halaman depan koran Sindo kemarin memuat berita tentang kecenderungan masih banyaknya politik dinasti dilihat dari daftar caleg pada Pemilu 2009. Anak-anak dari politisi senior seperti SBY, AM Fatwa, Amien Rais, dan banyak lagi tampak dicalonkan sebagai caleg untuk berbagai daerah pilihan. Disinyalir (ck... resmi banget bahasa gue :D) fenomena ini disebabkan karena parpol mulai kehilangan akal untuk mengikat konstituen, sehingga mencari nama-nama caleg yang mudah dijual. Jadilah caleg-caleg karbitan yang oleh koran Sindo tersebut dipertanyakan kredibilitas dan kapabilitasnya....

Tapi bukan itu yang menarik perhatian gue.

Yang mengherankan gue adalah pada saat melihat daftar caleg-caleg itu, begitu banyak nama yang gue kenal. Bagus? Enggak juga, karena gue mengenal nama-nama itu sebagai artis. Begitu banyak artis yang dipasang sebagai caleg dari berbagai parpol membuat gue berpikir ini masalah yang lebih serius daripada caleg kroni tadi. Pastinya alasannya sama; parpol mencari nama-nama yang mudah dijual untuk menarik rakyat. Dan berhubung sebagian besar rakyat Indonesia berkiblat pada sinetron dan infotainment, jadilah para artis seperti ramai-ramai terjun di politik.

Sebenernya keberadaan caleg kroni maupun artis itu bisa dimaklumi kalau saja memang mereka dicalonkan dengan melalui proses yang obyektif, mempertimbangkan kapabilitas, kredibilitas, maupun track recordnya. Kalau mampu, gak ada salahnya. Kalau gak mampu, meskipun anak politisi senior ataupun artis ngetop buat apa? Gue gak mau menghakimi dan menyamaratakan bahwa mereka-mereka itu gak punya kemampuan. Tapi kalau melihat politisi 'betulan' yang sekarang menjabat pun masih banyak yang ngawur, gue jadi kuatir kalau posisi legislatif itu diisi oleh orang-orang yang masih harus membagi waktu mereka dengan kegiatan di bidang 'entertain' :D.

Dan tidak bisa tidak gue makin ragu-ragu setelah melihat nama-nama yang dicalonkan. Denada? Adrian Maulana? Venna Melinda? really? VENNA MELINDA? Emang sih dia mantan none Jakarta yang mestinya pintar. Tapi gue gak yakin dia bisa membagi waktu antara melayani publik dan kursus salsa, ke salon, dan berbelanja lingerie..

Gue jadi memikirkan hal yang lebih bikin sakit kepala lagi, gimana sih caranya parpol mensosialisasikan calegnya pada calon pemilihnya? yang layak? Apa tidak ada penjelasan kenapa dia dipilih, atas dasar apa, dan sebagainya dan sebagainya? Apa tidak ada pertimbangan citra caleg yang bersih sebagai salah satu poin kelayakan? Kalau seorang artis yang dikenal gara-gara berbulan-bulan menghiasi infotainment karena kasus perceraiannya yang bebelit, apa dinilai bercitra baik untuk menjadi calon bupati misalnya? Atau memang para parpol ini cuma berpikir jangka pendek untuk menarik massa dari penggemar masing-masing artis saja?

Gue jadi ingat beberapa tahun lalu saat Presiden akan mengumumkan jajaran menterinya. Para wartawan sudah bersiap-siap di rumah tokoh-tokoh yang dianggap potensial. Dan begitu sang tokoh mendapat telepon dari bapak presiden, sontak mereka bersujud syukur.

Syukur? Bukannya pejabat publik itu berat ya? Karena rakyat gak pernah abis minta dipikirin dan diurusin. Kira-kira para artis yang jadi caleg itu ngerti gak ya?

Ngomong-ngomong, kita masih butuh parpol gak sih? Benernya, ada yang pernah merasa keberadaan parpol ini menguntungkan rakyat (kecuali saat mereka menjadi dermawan menjelang pemilu)?

Jumat, 15 Agustus 2008

Guilty pleasure bernama Peterpan...

"Wi, kalo aku kepengen beli CD Peterpan yang baru, kamu bakal berpikir aku cemen gak?" tanya gue suatu siang.

Dewi tertawa geli, "Hihihihihi, emang kenapa kamu kok tumben mau denger Peterpan?"

Bener juga ya? kenapa ya?

Padahal dibilang ngefans pun enggak. Bahkan gue dulu suka menertawai bang Ardie kalo dia lagi sewot mencela-cela Peterpan. Tapi dibilang gue benci juga enggak.

Peterpan mesti diakui jadi bagian sejarah musik Indonesia. Pada akhirnya mereka bisa terkenal, bisa dimaklumi. Musiknya yang ngepop, catchy, sampe penampakan vokalis utamanya yang digilai para perempuan. Mungkin karena terlalu terkenal itu gue jadi sempat tidak peduli sama mereka. Semua orang mendengar Peterpan dan semua orang ingin jadi seperti Peterpan.

Tapi di luar itu, sebenarnya tidak ada yang terlalu salah sama mereka. Ya itu kalo juga mau mengesampingkan selera. Tokh gue memang mendengarkan musik dari yang pelan sampe kencang, dari yang cemen sampe keren. Kesalahan mereka buat gue adalah karena ikut hanyut dalam arus hingar bingar gosip buatan infotainment. Itu dan menurut gue Peterpan adalah nama yang buruk buat sebuah band.

Tapi apakah Peterpan cemen? Kalo iya, pasti gue gak bakal sampe kepengen beli CD-nya. Apakah gue akhirnya mengakui kalo Peterpan itu keren? Enggak juga sih. Gue jadi bingung sendiri. Keinginan ini tiba-tiba muncul waktu gue ada di toko kaset dan melihat CD kumpulan lagu-lagu hits mereka ini dan berpikir, "Hey, sepertinya lucu juga punya ini." Gue merasa CD ini adalah semacam rekaman momen tertentu musik Indonesa. Mungkin nanti bisa didengarkan anak cucu gue buat tau musik apaan yang ngetop taun 2000-an. Juga karena gue berjanji untuk berusaha membeli CD aseli kalo emang artis Indonesa. Dan senggaknya, lagu-lagunya cukup gampang buat dinyanyikan kalo lagi pengen ugal-ugalan gak mau mikir yang rumit-rumit di mobil.

Dan kalo dipikir-pikir lagi, kalo dibandingkan dengan band-band jaman sekarang yang bernyanyi merintih-rintih menghiba-hiba cinta, Peterpan terdengar lebih lumayan. Senggaknya mereka masih punya harga diri dengan menelurkan hits-hits berirama tidak melulu slow.

(Bangardie yang mandi besar tujuh kali kalau mendengar Peterpan pasti bakal mencibir gue kalo baca ini :D)

Lalu apa jawab Dewi?

"Ya gapapa sih. Aku juga pengen kok."

"O ya? bagus deh. kalo gitu kamu aja yang beliin besok ya? ya? ya?"

Dan walhasil gue jadi gak terlalu merasa bersalah karena akhirnya Dewi yang beli CD Peterpan dan gue cuma "kebetulan numpang dengar"..

:D

Selasa, 12 Agustus 2008

Alif uses HEADBUTT! SUPER EFFECTIVE!

Tadi pagi sekitar jam tiga gue terbangun dengan nyeri yang amat sangat. Bahu kiri gue sepertinya nyeri karena berusaha menahan badan gue yang berada di pinggir tempat tidur, nyaris terjatuh. Sedangkan uluhati gue nyeri karena si Alif yang tidur melintang menghabiskan setengah tempat tidur sendiri menyodokkan kepalanya ke situ. Sambil tidur tentunya.

Dan setelah itu mulailah kira-kira setengah jam penderitaan saat gue mencoba meringankan sakit bahu gue dengan counterpain. Sakit gak hilang, kulit rasanya udah mulai seperti terbakar. Sementara sakit di uluhati membuat gue merasa mual dan agak sesak.

Dan akhirnya hingga pagi gue gak bisa tidur lagi dan walhasil sekarang ngantuk berat sambil masih agak sesak. Dan bahu gue mulai kambuh nyerinya..... Ada saran? 

Selasa, 05 Agustus 2008

Determinasi

Beberapa minggu terakhir ini, gue mencoba mengakali load pekerjaan gue dengan mencicil di rumah pekerjaan yang dibrief jumat (dan deadlinenya Senin, huhuhuhu). Pikir gue, daripada mesti ngelembur di kantor, tentu lebih nyaman bekerja di rumah. Meskipun gue gak punya mac yang mengakibatkan gue mesti lebih repot menyesuaikan lagi begitu filenya dipindahkan ke kantor, tapi setidaknya kerja lebih semangat karena ditemani keluarga tercinta. Bukan begitu?

Bukan.

Ternyata tidak mudah bekerja di rumah dengan tenang. Tentu saja selain si Alif dengan semangatnya selalu minta main puzzle Dora begitu melihat gue menyalakan komputer, masalah terbesarnya adalah dari gue sendiri. Apalagi kalau bukan rasa malas. Sudah seminggu lima hari kerja, masa sabtu minggu masih dipake kerja? Gak rela rasanya. Tapi harus dikerjakan, karena kalau tidak yang lima hari itu akan semakin sengsara. Belum lagi kalau ternyata pada sabtu dan minggu itu gue dibutuhkan untuk menyupiri ke acara keluarga. Ujung-ujungnya gue mesti bergadang juga buat mencicil pekerjaan. Di hari libur pula.

Dan gue seringkali menemukan diri gue berada dalam pertempuran dengan rasa enggan gue itu. Perlu setidaknya tiga settingan alarm buat membangunkan gue di tengah malam untuk melanjutkan kerja. Sepertinya dalam hal willpower, gue memang agak payah, kecuali mungkin kalau berhubungan dengan main dan makan. Kalau misalnya ada perekrutan anggota Green Lantern corps untuk sektor 2814 (bumi dan sekitarnya), misalnya, bisa dipastikan gue gak akan terpilih karena gue lebih memilih tidur siang. Inilah juga kenapa nasehat favorit Bapak buat gue adalah, "Never put up till tomorrow what you can do today" :D seperti yang bapak baru bilang kemarin saat melihat motor gue tidak dicuci selama sebulan..

Dan sepertinya tekad gue akan diuji lagi. Kali ini dalam hal yang gue pikir selama ini bisa gue hindari. Yaitu olahraga :D Ya, selama ini gue bisa bersembunyi di balik alasan 'tidak suka olahraga' untuk menutupi kemalasan gue bergerak. Dan kebetulan teman-teman dekat gue tidak ada yang hobi berolahraga selain sepak bola (ugh..). Bukannya gue gak pernah mencoba. Bersepeda gue pernah mencoba, sampai akhirnya jatuh terguling-guling di sebuah tanah kosong di daerah Jagakarsa. Berenang gue gak bisa. Bisa sih, tapi itu kalau berenang diagonal (ke arah dasar kolam) dihitung bisa berenang. Dulu gue sepertinya agak tertolong karena sering berolahraga colongan dengan berjalan kaki. Gue gak masalah berjalan kaki jauh. Dulu seorang kawan pernah heran karena untuk ukuran orang yang tidak pernah olahraga, kecepatan jalan gue lumayan. Sekarang, sejak sudah bermotor, porsi berjalan gue sudah jauh berkurang. Apalagi gue udah jarang punya waktu buat jalan-jalan di mall, misalnya.

Sepertinya ini perlu dipikirkan lebih serius karena gue butuh stamina kalau si Alif mau dikasih adik, misalnya. Dan juga karena beberapa hari yang lalu si Alif asik tiduran di pangkuan gue, menepuk-nepuk perut gue sambil berkata,

"Ada adik bayinya...."