Kamis, 30 Agustus 2007

The Machinist

Rating:★★★
Category:Movies
Genre: Other
Akhirnya kesampean juga gue nonton film ini. Udah lama sebenernya gue pengen nonton, tapi karena filmnya yang udah berbau stress dan pusing, gue jadi agak ragu-ragu dan butuh persiapan mental lebih :D. Tapi karena film ini dibintangi oleh si keren Christian Bale, jadilah akhirnya gue tetep penasaran...

The Machinist bercerita tentang seorang operator mesin di sebuah pabrik bernama Trevor Reznik (Bale). Reznik mengalami insomnia parah yang mengakibatkan dirinya tidak bisa tidur selama setahun penuh. Setalah terlibat kecelakaan di tempat kerjanya yang mengakibatkan seorang rekannya kehilangan lengan, ia baru menyadari kejadian-kejadian aneh yang terjadi di sekelilingnya yang membuat dia paranoid sekaligus terobsesi untuk mengetahui apa dibalik kejadian aneh tersebut.

Meskipun sinopsisnya kurang menarik, film ini menyajikan perjalanan psikologis yang membuat penasaran. Dan ini memang diangkat oleh penampilan Christian Bale yang heibat. Seperti layaknya film thriller psikologis lainnya, penonton bakal diajak berpikir dan diaduk-aduk pikirannya. Semua itu diganjar dengan ending yang konklusif dan gak gantung. Tapi mungkin akan terasa terlalu 'Oh, ternyata gitu doang..' meskipun ceritanya sendiri tidak mudah ditebak. Rasanya seperti mau pergi ke kebun belakang rumah, tapi kita keluar rumah dulu, memutari blok, masuk rumah tetangga belakang rumah, dan manjat temboknya buat sampai ke kebun belakang itu. Nyusahin padahal endingnya gampang. Tapi berhubung perjalanannya mengasyikkan, yah jadi gue sih senang-senang saja.. :D

Christian Bale menunjukkan totalitasnya sebagai aktor di film ini. Memerankan seorang yang mengalami kesulitan makan dan tidak tidur selama setahun, Bale membuat dirinya kelaparan selama lebih dari empat bulan dan hanya makan sekaleng tuna dan sebutir apel setiap harinya. Hasilnya, dia turun 28 kg sampai berat badannya tinggal 54 kg. Tadinya mau diterusin sampe 45 kg, tapi dilarang oleh produser karena kuatir akan kesehatannya. Hasilnya sungguh mengerikan sekaligus mengagumkan. Setelah film ini, Bale mengembalikan berat badannya seperti semula, dan menambahkan 18 kg lagi lewat latihan beban intensif untuk mempersiapkan peran sebagai Bruce Wayne di Batman Returns.

Film ini direkomendasikan buat yang lagi bosen nonton film biasa aja. Sinopsis yang kurang menarik tadi bisa dimaklumi mengingat kalau diceritakan lebih banyak, bakal malah gak seru. Dan buat ukuran thriller psikologis film ini sepertinya termasuk gak terlalu bikin sakit kepala abis nonton. Recommended

Senin, 27 Agustus 2007

Sudah dua tahun? (1)

It isn't always easy being there for each other
through thick and thin, finding ways to compromise
when deep down you think your way is best

It isn't always easy to put aside your own strongly held opinions,
to listen to where the other person is coming from
and imagine yourself in their shoes...

It isn't always easy
taking two separate lives
and weaving them into one cohesive unit,
but we're working at it every day,
getting it wrong and getting it right,
laughing and crying
and starting over again...

It isn't always easy,
but loving you is so worth it.

---------------------------

Istriku, istriku... dapet kartu ucapan kok yang curhatnya pas gini,...

Selamat harijadi ya... Gak kerasa lho. Oh, baru dua tahun juga ya... hehehehehe

Aku padamu.



Kamis, 23 Agustus 2007

Late night movie with Haris dan Dewi...

Berhubung semenjak punya anak agak sulit buat gue dan Dewi menemukan waktu yang pas buat nonton bioskop, kita akhirnya menggantikan kebiasaan itu dengan menonton DVD. Sebagai pasangan dengan karir di kota metropolis yang kejam, waktu luang yang tepat hanyalah sebelum tidur setiap harinya. Jadilah acara menonton dilakukan setiap sebelum tidur. (Kalau tanya pak Roel, "Kirain sebelum tidur ngaji satu juz dulu gitu" huhuhuhuhuh...)

Dan ini bisa sekaligus menjadi indikator apakah sebuah film itu bagus apa nggak. Bagus, berarti bisa membuat kita terjaga sampai selesai. Kalau keburu ketiduran, seringkali kita gak terlalu peduli buat nerusin filmnya *kecuali emang bikin penasaran*

Nah semalam Dewi bertanya, "Kita punya film apa?"

"Ini aja gimana? Aku belum nonton."

"The Contract. Wah, Morgan Freeman. Boleh deh."

Trus gue nyalain dvd playernya, sementara Dewi baca sinopsis cerita di belakang bungkus DVD. Film ini menceritakan tentang seorang eks polisi (John Cusack) yang kebetulan berhadapan dengan pembunuh bayaran (Morgan Freeman) yang sedang bertugas membunuh seorang pengusaha kelas atas. Morgan Freeman sebagai pembunuh bayaran. Kurang keren apalagi coba.

"Kok kayanya ceritanya stress ya."

"stress?"

"Boleh gak nonton yang tenang-tenang aja, gak stress gitu..." imbuh Dewi lagi.

"Euh, ya udah deh.." kata gue sambil kecewa dan ngeluarin lagi keping DVD-nya.

"Ini aja, kamu kan suka Clive Owen.."

Kita kemudian menyetel "Beyond Borders", film yang dibintangi oleh Clive Owen dan Angelina Jolie. Film ini bercerita tentang seorang perempuan Amerika yang berkecukupan, yang tergerak untuk pergi ke Ethiopia dan membantu pengungsi yang keadaannya sungguh merana. Seorang anak Ethiopia mati karena hipothermia setelah lari dari kejaran polisi Inggris yang ingin menangkapnya. Seorang anak lagi hampir dimangsa burung pemangsa setelah ibunya tak lagi bisa menggendongnya karena kelaparan dan perutnya terluka.

Semua itu dalam lima menit pertama. Dan Dewi belum belum sudah menghela nafas.

"Katanya tadi kamu mau nonton film yang senang-senang aja, Wi..."

"...."


Rabu, 22 Agustus 2007

See you when I see you...

Akhirnya apa yang gue khawatirkan terjadi juga. Terhitung mulai kemarin IT kantor gue memban beberapa site, termasuk multiply. Sepertinya dia sudah putus asa mengatasi kenakalan para karyawan yang sudah beberapa kali dilarang memboroskan bandwith di jam kerja.

Lalu gue mulai berhitung, apa saja yang bakal hilang dari hidup gue. Multiply, jelas. Beberapa site untuk mendonlod komik juga sudah gak bisa diakses. Selamat tinggal komik-komik baru, secara gue gak mungkin juga beli itu semua. Duh, gantung banget rasanya, World War Hulk, Countdown,dan masih banyak lagi, lagi seru-serunya. Apa gue minta sama bapakranger aja ya. Rapidshare belum diban, tapi donlod di atas 10 MB gak bisa juga, jadi percuma. Sepertinya playlist lagu gue akan berkembang sepuluh kali lebih lambat dari biasanya.

Hmmm...

Sebenernya gue gak boleh merasa rugi juga. Tokh sebenernya itu semua fasilitas kantor yang memang disediakan buat menunjang pekerjaan, bukan buat main-main apalagi sampe keterlaluan dan menghambat pekerjaan. Namun kalo merasa kehilangan boleh dong... Khusus buat multiply, gue akan kehilangan kebiasaan gue menulis dan terinspirasi oleh tulisan orang-orang. Mana akhir-akhir ini gue sedang mengalami writer's block *haiyah*, eh pake diban juga, makin hancur saja karir gue sebagai penulis karbitan ini =))

Setelah gak bisa ngeblog, gue baru ngerasa ternyata gue menikmati proses tulis menulis juga ya... Meskipun tulisan gue gak pernah penting, tapi ternyata ini adalah pelepasan yang menyenangkan buat gue. Detoksifikasi dari segala kerumetan yang biasanya gak bisa gue omongin, ato ketidakpentingan yang menurut gue menarik. Dan melihat blog orang, mengintip sedikit kehidupan lewat tulisan mereka, dan akhirnya menjalin perkawanan maya, itu mengasyikkan sekali bukan...

Tentu saja gue masih bisa nengok multiply lewat warnet, kalau ternyata gue cukup sabar dengan koneksi warnet. Ngewi-fi di kafe bukan opsi buat gue, karena meskipun terlihat keren, efek sampingnya (baca: ongkos ngopi-nya) terlalu besar dan gue gak punya laptop berwi-fi buat nginternet..

Lha sekarang gue ngeblog dari mana? Gue inget kemaren pas mas IT 'menyetting' komputer semua orang, ada satu komputer yang belum disentuh. Dan berhubung gue gak tau sampai kapan... So see you around guys!

Rabu, 08 Agustus 2007

Never underestimate the power of viewers... with nuts!

Seperti sudah gue ceritakan sebelumnya, akhir-akhir ini gue lagi suka banget ngikutin serial Jericho. Terakhir gue menonton sampai episode 22 ketika kota Jericho diinvasi oleh kota tetangganya, New Bern. Saat diminta untuk menyerah, tokoh jagoan kita, Jake Green (Skeet Ulrich) mengutip kata-kata bersejarah Jenderal Anthony McAuliffe ketika diminta menyerah oleh tentara Nazi di pertempuran di kota Bastogne, Belgia pada perang dunia kedua,

Ia menjawab, "Nuts!"

Artinya kira2 seperti "you can go straight to hell." gitu lah. Lalu pertempuran Jericho dan New Bern tak terhindarkan dan berakhirlah episod itu.

Gue yang penasaran mengecek web-nya CBS untuk mengetahui sampai dimana kelanjutan serial ini. Dan kaget banget gue waktu gue tau bahwa di Amerika, serial ini dicancel pas di episod 22 itu. Peng-cancel-an disinyalir akibat turunnya rating hingga 25% menjelang episod terakhir, meskipun katanya itu salah CBS juga yang membiarkan hiatus 3 bulan antar episod.

Ternyata bukan gue saja yang merasa kecewa. Ribuan penggemar serial ini di Amerika juga marah. Hanya saja mereka tidak tinggal diam, dan mengadakan class action untuk memaksa CBS meneruskan serial ini.

Web-web untuk menggalang dukungan penggemar bermunculan. Hasilnya, lebih dari 115.000 tandatangan elektronik berhasil dikumpulkan dalam waktu satu bulan sejak pengumuman pembatalan. Tidak hanya itu saja, mereka pun mengebom kantor CBS dengan..

..20 ton kacang!

Ratusan dus kacang ini dikirim dalam tiga hari dan langsung memenuhi kantor CBS. Akhirnya President CBS Nina Tassler merespon dalam email yang ditayangkan di websitenya CBS:

"You got our attention; your e-mails and collective voice have been heard."

P.S. Please stop sending us nuts."

CBS mengatakan bahwa ini adalah usaha penggunaan media digital terbesar dalam sejarah televisi itu yang dilakukan untuk memprotes pembatalan sebuah acara televisi. Akhirnya CBS mengumumkan akan memproduksi tujuh episod tambahan untuk melanjutkan serial Jericho ini. Dengan catatan kemungkinan akan ditambah jika ratingnya memang bagus.

Gue gembira sambil ketawa-ketawa aneh, bukan cuma bahwa gue dan Dewi akan berhenti merasa gantung setiap malam ngomongin film ini, juga bukan hanya karena gue merasa bangga menjadi bagian dari fans aneh itu, tapi bahwa ini adalah sebuah kemenangan buat pemirsa media , bahwa masih ada jalan buat masyarakan mengendalikan apa yang ingin dilihatnya di media.

Kira-kira kalo gue pengen menyetop sinetron-sinetron kacangan dan infotainment itu gue mesti ngirim apa ke stasiun tivi ya?


PS.
20 ton kacang itu akhirnya digunakan untuk kepentingan amal dan untuk membantu program rehabilitasi kota Greensburg, Kansas yang hancur akibat tornado.

Kamis, 02 Agustus 2007

Siapa suruh datang Jakarta?

Tinggal di Pinggiran Jadi Siksaan
Rabu, 01/08/2007

RUTINITAS, Naik-turun kereta dan kendaraan lainnya sudah menjadi keseharian para komuter.

BELI rumah mahal dekat kantor agar hemat waktu dan ongkos, atau pilih hemat biaya dengan rumah pinggiran, tapi boros waktu atau ongkos?

Bagi Su Wibowo, perjalanan dari rumah ke tempat kerja bisa jadi siksaan.Setiap hari, dia harus bangun pukul setengah lima pagi. Setelah sarapan, Bowo, sapaan akrabnya, bergegas mengejar kereta ekonomi dari rumahnya di kawasan Sukasari, Bogor,menuju Jakarta.

”Saya sengaja datang pagi untuk rebutan kursi. Tahu sendiri kan, kereta ekonomi panas dan penuh.Cari posisi di dekat sambungan supaya bisa tidur lebih nyaman,” ujar pria kelahiran Jakarta, 7 Februari 1981 ini. Setelah sampai di Stasiun Tebet, Bowo masih harus mengejar bus Patas AC menuju ke kantornya di kawasan Kuningan. Total perjalanannya mencapai tiga jam. Kalau di total, perjalanan pergipulang sehari sekitar lima hingga enam jam.

Hal senada dialami pula oleh Shanti Setyaningrum. Selama setahun lebih dia memilih menjadi komuter. Setiap hari, Shanti berangkat pukul 04.45 dini hari dari rumahnya di Jagakarsa,Jakarta Selatan, menuju kawasan Pecenongan, Jakarta Pusat.

”Berangkatnya harus kurang dari pukul 05.00 pagi.Kalau tidak,bisa terjebak macet.Padahal, saya tidak boleh telat karena harus memimpin rapat tiap pagi,”ungkap Public Relation Manager Hotel Alila Jakarta ini. Shanti memacu mobilnya melewati Ragunan–Kapten Tendean–Mampang– Pecenongan selama 1,5 jam. Dia tiba di kantor pukul 06.30 pagi.

Padahal, jam kantornya baru dimulai pada pukul 08.00 WIB. Sisa waktu satu jam dimanfaatkannya untuk tidur di dalam mobil di tempat parkir. ”Karena itu, saya selalu membawa serta selimut dan bantal,” ceritanya.

Apa yang dialami Bowo dan Shanti merupakan gambaran keseharian para pekerja di ibu Kota.Sebelum Jakarta semacet sekarang,tinggal di pinggiran kota (suburb) sempat jadi pilihan. Maksudnya, seseorang rela menempuh perjalanan jarak jauh dari rumah ke kantor dengan harapan mendapat gaji lebih besar, suasana lebih nyaman, serta tempat tinggal yang layak.

Namun, kemacetan,serta meningkatnya jumlah kendaraan membuat ”kenyamanan” berubah menjadi ”siksaan”. Ekonom Bruno S Frey dan Alois Stutzer dari Universitas Zurich mengungkap apa yang disebut dengan the commuting paradox di majalah BusinessWeek.

”Intinya, pengorbanan para komuter ini justru tidak setimpal dengan hasil yang diraih,” ujarnya. Survei yang dilakukan Fakultas Studi Ilmu Ekonomi Empiris di Universitas Zurich itu menunjukkan bahwa para komuter di New York, AS merasa tidak bahagia dibandingkan nonkomuter.

Menurut Stutzer, ini karena para komuter cenderung meremehkan dampak negatif dan konsekuensi yang didapat ”Mulai dari minimnya sosialisasi,waktu yang kian sempit, hingga kesehatan terganggu,” ujarnya. Hal tersebut didukung oleh sosiolog FISIP Universitas Indonesia Ida Roweida.

Dia menilai tinggal di daerah pinggiran saat ini berubah jadi siksaan dan pemborosan. Entah itu dari sisi energi, waktu, hingga uang. Betapa tidak, biaya perjalanan terus meningkat seiring dengan semakin mahalnya harga BBM.”Akibat kemacetan, biaya yang ditanggung pun berlipat dan terus menggerus pendapatan tetap,” ujar Ida.

Soal waktu pun demikian, banyak yang bekerja overtime untuk menunggu berkurangnya arus kendaraan. Hal ini dirasakan juga oleh Shanti. Tiba di rumah pukul 22.00–23.00 WIB setiap hari, lama-kelamaan membuatnya didera kelelahan.

”Tekanan darah saya turun karena kurang tidur.Bekerja pun tidak bisa konsentrasi,” ungkapnya. Akhirnya, sebulan lalu, Shanti resmi meninggalkan kehidupannya sebagai komuter. Bersama keluarganya, dia lantas membeli rumah di kawasan Kemanggisan, Jakarta Barat.

”Meski mahal, tapi tubuh dan pikiran terasa lebih fresh. Berangkat dari rumah bisa pukul setengah delapan.Waktu untuk suami dan anak juga lebih banyak. Dan setiap weekend, kami keluar kota untuk liburan,” ujarnya. Semua orang tentu tidak ingin menghabiskan waktu terlalu lama waktu di jalan.

Namun, sebagian masih menolerir batasan waktu tertentu, yang berbeda- beda setiap individu. Verawati, misalnya, masih menolerir perjalanan kantor–rumah di bawah satu jam.Awalnya, karyawan sebuah perusahaan swasta di kawasan industri Pulogadung ini mengaku sempat kewalahan setiap berangkat kerja. Maklum,ketika masih bergabung dengan keluarganya, di Bekasi Timur, dia harus menghabiskan waktu selama satu jam lebih untuk sampai ke kantor.

Namun, setelah mengontrak rumah di kawasan Harapan Baru, Bekasi, dia hanya membutuhkan waktu selama setengah jam. ”Satu jam saja sudah lelah sekali.Paling pas itu berangkat ke kantor hanya 40 menit,” kata Vera, panggilan akrabnya. (hendrati hapsari/wahyu sibarani/danang arradian)

diambil dari harian Seputar Indonesia