Kemaren waktu gue mengurus perpanjangan pajak motor gue, gue baru ngeh kalo KTP gue dah habis masa berlakunya ^_^. Dan berhubung gue sadarnya bulan Januari, berarti deadlinenya dah lewat sebulan! Walhasil gue agak ketar-ketir juga, untung belon sempet terjaring operasi Yustisi.
Nah walhasil gue berniat meluangkan waktu buat mengurus sendiri KTP gue. Tapi karena waktu itu bersamaan dengan wafatnya ibu gue, Bapak berinisiatif buat minta tolong sama pak RT buat ngurusin. Memang sudah diiyakan oleh Pak RT yang waktu itu datang melayat. Jadi gue pasrahkan saja ke beliau.
Minggu pertama, ternyata KTP gue yang udah lewat sebulan itu sudah dikembalikan ke Kecamatan, jadi mesti ngambil ke sana. Tapi pak RT bersikeras bahwa itu masih bisa diurusnya. Oke deh..
Minggu kedua, ternyata pak Lurahnya lagi cuti naik haji, jadi KTP-nya belum bisa ditandatangani. Tanpa sepengetahuan gue juga, pak RT melimpahkan tugas mengurus KTP gue sama satpam ujung jalan rumah gue. Gue mulai merasa gak enak, tapi karena kenal sama pak satpam, Bapak bilang biar aja dia yang urus...
Minggu ketiga, karena pak Lurahnya cuti naik hajinya lumayan lama, jadi benda-benda yang mesti dia tandatangan jadi menumpuk. Dan tampaknya KTP gue berada di prioritas ke dua juta, jadi mesti sabar nunggu lagi...
Kemarin, setelah empat minggu kemudian, KTP gue jadi. Gue yang baru pulang kantor melihatnya.. Akhirnya jadi juga, pikir gue... wah, bentuknya udah berubah.. lho kok udah dilaminating? Begitu gue balik, ternyata ada orang misterius yang menandatangani KTP gue! AARGH!! SIAPA YANG LANCANG BEGINI?! Bapak bilang, "Gak tau tuh siapa, mungkin dia berusaha niru dari tandatangan KTP-mu yang lama." Eh buset deh.. jauh banget gitu. Masa KTP gue bertandatangan "Aseli". Siapa pula Aseli itu? Dah kebayang masalah yang bakal timbul kalo gue ngurus macam-macam pake KTP ini. "Lho kok, fotonya beda? Aslinya mas lebih cakepan deh.. Tapi, LHO!! KOK TANDATANGANNYA JUGA BEDA?? INI KTP SIAPA?"
Maleeesss.... tau gini gue maksa ngurus sendiri dah!
Senin, 26 Februari 2007
Iseng berbuah norak.. ^_^
Beberapa waktu lalu, pada saat gue lagi surfing di internet, gue menemukan sebuah link menarik. Ia membawa gue ke website sebuah proyek yang bernama 'We Are All Photographers Now', proyek pameran yang berisikan foto-foto dari segala kalangan dari seluruh dunia, amatir maupun profesional. Proyek ini ingin menunjukkan betapa perkembangan teknologi telah membuat siapapun bisa menjadi fotografer. Henpon sudah menjadi kamera, desktop printer sudah menjadi pengganti praktis minilab, dan layar monitor bisa menggantikan instalasi cetak di dinding galeri. Tiba-tiba, mata seluruh dunia hanya berjarak satu pencetan di keyboard saja.
Proyek menarik ini mengumpulkan foto-foto secara online dari websitenya di http://www.allphotographersnow.ch/index.php . Setiap 100 foto yang terpilih secara acak akan dipamerkan setiap minggunya, sebelum kemudian diganti dengan 100 foto lainnya di minggu berikutnya. Pamerannya sendiri berlangsung di Musée de l'Elysée, Lausanne, Swiss. dari tanggal 8 Februari sampai 20 Mei 2007.

Dan pagi ini, gue mendapat kabar kalo foto itu dipamerkan! Yeeyy... gue jadi berasa keren gini. Dari sembilan ribuan foto yang udah masuk (waktu itu) ternyata komputer berbaik hati untuk memilih secara acak foto kacangan gue itu... Jarang-jarang (apa gak pernah ya?) gue ikut pameran, sekarang ikut pameran di Swiss lagi! Sayangnya gue gak bisa dateng ke sana langsung...
Ayo kalian semua, kirim juga!

Minggu, 25 Februari 2007
Heroes (TV Series)

Rating: | ★★★★ |
Category: | Other |
Heroes bercerita tentang beberapa orang di seluruh penjuru dunia yang tiba-tiba menyadari bahwa mereka punya kekuatan aneh. Peter Petrelli di New York yang merasa bisa terbang, Hiro Nakamura di Jepang yang bisa menghentikan waktu, Niki Sanders ibu satu anak yang ternyata punya kepribadian lain yang kekuatannya luar biasa, Isaac Mendez si pelukis yang kalo lagi sakaw bisa melukis masa depan, sampe Claire Bennett, si cheerleader SMA yang tubuhnya bisa meregenerasi dengan cepat. Kesemua orang ini kemudian menghadapi perubahan dengan caranya masing-masing. Ada yang takut, tapi ada pula yang merasa bahwa hal itu merupakan sebuah 'anugerah' yang berarti mereka punya peran lain di dunia yang lebih besar dari yang mereka bayangkan sebelumnya.
Dan kemudian pelan-pelan takdir mempertemukan mereka semua dalam kejadian yang konon akan menyelamatkan dunia.
Sekilas buat yang baca komik, latar belakang cerita ini mirip dengan latar belakang cerita X-Men. Namun kali ini diceritakan lewat sisi yang lebih nyata. Tidak ada Professor X yang datang dan melatih para mutan mengendalikan kekuatan. Tidak ada tokoh yang serta merta mengenakan spandex warna warni dan menghajar para penjahat. Yang ada tokoh yang memanfaatkan kemampuannya untuk menyelamatkan perkawinannya, untuk kabur dari penjara, sampai yang berusaha menyembunyikannya karena tak ingin dianggap aneh.
Alur ceritanya sendiri berjalan pelan dan enak. Tokok-tokoh yang banyak itu diperkenalkan tanpa terburu-buru, apalagi kalau kita mengikuti sudut pandang Hiro Takamura yang jenaka itu. Dalam film ini, karakter Isaac Mendez si pelukis juga berprofesi menjadi komikus. Dan lukisannya adalah gambar karya komikus asli Tim Sale. Gue menunggu banget kelanjutan kisah ini. Sangat direkomendasikan buat yang suka cerita superhero yang low profile atau science fiction.. Keren!
Kamis, 22 Februari 2007
Civil War (Marvel Comics)

Rating: | ★★★ |
Category: | Other |
Civil War awalnya dijanjikan akan menjadi event besar yang akan merubah wajah dunia Marvel. Kalau mau dirunut, ujung ceritanya bisa jadi dimulai dari komik Avengers Disassembled saat Scarlet Witch yang anggota Avenger kehilangan kontrol kekuatannya dan mulai merubah realitas dunia Marvel, disusul event House of M yang membuat populasi mutant dunia menyusut tinggal 198 orang, dan puncaknya adalah sebuah tragedi di kota kecil Stamford, dimana sekelompok superhero muda, The New Warriors, yang saat itu diliput TV sebagai bagian dari reality shownya, berusaha menangkap sekelompok penjahat super. Malangnya, karena mereka kurang pengalaman, salah seorang penjahat super itu, Nitro, melepaskan kekuatannya yang membuat ledakan besar di depan sebuah sekolah. 600 warga sipil, sebagian besar anak-anak tewas.
Masyarakat Amerika Serikat tidak terima. Mereka yang sedari dulu menyimpan ketakutan akan sepak terjang para metahuman berkostum ini, baik yang jahat maupun yang baik, menuntut pemerintah mengambil tindakan.
Dan mereka melakukannya dengan membuat undang-undang yang mengharuskan siapapun yang berkekuatan super mendaftarkan diri dan identitasnya. Mereka nantinya akan diberi latihan khusus dan harus bekerja sebagai superhero di bawah pemerintah Amerika Serikat, seperti halnya polisi dan tentara. Tujuannya agar para manusia berkekuatan super ini bisa dikontrol, dan mengembalikan kepercayaan masyarakat akan super hero. Selain itu Amerika menjadi negara super power lagi yang mempunyai pasukan manusia super resmi.
Tapi ternyata rencana ini tidak berjalan semulus kelihatannya. Iron Man (Tony Stark) sebagai orang yang pernah menjadi menteri pertahanan AS yang didaulat sebagai pimpinan gerakan registrasi metahuman, kesulitan meyakinkan sebagian anggota komunitas pahlawan berkostum yang dipimpin Captain America (Steve Rogers). Captain Amerika yakin bahwa kontrol pemerintah atas para metahuman sangat mungkin diselewengkan oleh pemerintah sendiri karena pada saat pemerintah ingin mengontrol para metahuman, siapa yang bisa mengontrol pemerintah? Selain itu registrasi identitas mengancam kebebasan para pahlawan berkostum karena identitas mereka selama ini disembunyikan untuk melindungi keluarga.
Jadilah dunia Marvel terbagi dua, yang anti registrasi dan pro registrasi. Iron Man yang agak paranoid mulai menjalankan taktiknya, yang kadang-kadang kotor, untuk menertibkan para metahuman yang membangkang. Ia berdalih bahwa itu diperlukan untuk menghindari korban yang lebih besar lagi. Sementara Captain America justru semakin yakin bahwa peraturan tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan dengan banyaknya jatuh korban dan perlakuan tidak manusiawi terhadap para metahuman yang menolak registrasi.
Sampai di sini, gue menemukan potensi bahwa cerita ini bisa jadi hebat. Dan keterlambatan demi keterlambatan buku membuat gue malah semakin gemas dan penasaran. Acungan jempol buat Steve McNiven yang gambarnya bikin gue sakaw karna kerennya. Hanya saja gue agak bermasalah dengan ceritanya. Pertama, ending yang gue tunggu-tunggu ternyata tidak sedahsyat yang gue bayangkan. Semua berakhir begitu cepat, seakan-akan semua rasa penasaran gue jadi gak ada artinya. Begitu banyak lubang logika di ceritanya. Dan pihak yang menang? Yah, terus terang bukan harapan gue, tapi bisa gue pahami mengingat rencana Marvel untuk meneruskan cerita ini dengan komik-komiknya yang lain. Dan satu hal yang menurut gue paling parah, adalah setelah membaca komik ini gue jadi begitu benci sama Iron Man. Entah ini berarti keberhasilan si penulis cerita atau bagaimana, tapi gue gak tau bagaimana gue bisa menonton filmnya taun depan tanpa berpikir bahwa orang ini adalah bajingan.
Lho, kok gue jadi emosionil begini? Ya baca aja bukunya, terlepas dari orang bilang ini jelek atau bagus, buat gue cukup mengasyikkan kok....
Rabu, 21 Februari 2007
Hikmah dari menonton film penunggang hantu (mungkin mengandung spoiler)

1. Jangan sekali-sekali mengadakan perjanjian dengan iblis bagaimanapun bagusnya penawarannya.
2. Kalau kita menjual jiwa kita kepada iblis untuk alasan yang tepat (baca: cinta), maka kita punya kekuatan untuk mengubah dunia (?).
3. Satu-satunya cara untuk memiliki kendaraan yang tampak hot, hemat BBM, dan anti banjir adalah dengan mengadakan perjanjian dengan iblis.
4. Eva Mendez sebenarnya tidak perlu mengobral belahan dadanya seperti itu.
5. Belahan dada tidak mempunyai pengaruh terhadap laki-laki yang sudah mengadakan perjanjian dengan iblis.
6. Untungnya Nicholas Cage tidak jadi memerankan Superman.
7. Ini bukan karakter ciptaan Stan Lee, jadi tidak usah repot-repot mencari cameo appearence-nya.
Selebihnya, film itu gue anggap lumayan lah. Cukup menghibur melihat special effects-nya yang ciamik, bikin film setan Indonesia makin kelihatan cupu. Tapi ceritanya ringan banget. Kurang nendang gitu. Sayang banget padahal dengan asal usul si superhero yang tidak terlalu heroik, harusnya filmnya bisa lebih dimainkan.
Senin, 19 Februari 2007
You cannot bury your past, for it will surely come back to haunt you somehow...
Waktu itu, sekitar tahun 2003 kalau gak salah... Di kantor redaksi sebuah penerbitan majalah tempat kerja gue dulu...
"Ris mau jadi model gak?"
"APAA? MODEL? gak salah luh?"
"Iya, kita lagi mau ada rubrik kostum halloween, jadi mau foto-foto pake kostum lucu-lucu gitu..."
"Apa? model? gak salah luh?"
"Iih, lu nanti gak sendiri, model cewenya udah ada, kita butuh dua cowok, elu dan si Afan desainer grafis."
"Apa? model? gak salah luh?"
"Kita gak butuh yang ganteng kok, orang jadi figuran doang, yang penting tinggi soalnya si cewek tinggi. Dan lagi nanti elu dimake up.."
"Apa? model? gak salah luh?"
"HARIS!! Serius nih"
"Ada duitnya gak?"
"Ya gak lah, kan kerjaan internal. Kalo ada duitnya kan gue cari model beneran..."
"......"
Segala daya upaya gue buat menolak gak membuahkan hasil. Akhirnya gue berpikir keras, dan sampai pada pertimbangan;
1. Majalahnya gak terlalu ngetop, jadi kayanya keluarga dan temen-temen gue juga gak bakal baca...
2. Majalahnya buat anak-anak, dan gue yakin ponakan-ponakan gue gak ada yang baca majalah itu...
Lalu terjadilah photo session nista itu. Seperti sudah gue duga, memang caur jadinya. Dan gue berusaha mengubur kejadian itu dalam-dalam. Gue gak cerita ke temen-temen gue, bahkan temen kantor pun gak semua tau. Gue gak cerita ke keluarga gue. Dewi pun baru gue kasih tau beberapa tahun kemudian pas gue udah mau nikah. Gak boleh ada rahasia, kan...
Lalu empat tahun kemudian, tepatnya akhir pekan lalu, anaknya bos gue sekarang yang masih duduk di bangku SMP sedang membongkar koleksi majalah lamanya, mencari ide buat kostum. Lalu dia melapor ke ibunya, "Bu, aku gak yakin ya.. Tapi kok ini kayak Oom Haris. Trus ditulisnya di sini, namanya emang Haris."
Dan besoknya foto-foto itu menyebar ke seluruh kantor, dan gue jadi bahan celaan of the day.
Huhuhuhuhuhuhuh....

Kamis, 15 Februari 2007
Argh! Singkirkan dia dari pandangan gue!
Akhir-akhir ini gue sering sekali dihantui oleh wajah sesosok pria. Wajah itu bertebaran di mana-mana, di tembok kosong, di spanduk-spanduk, bahkan di televisi. Pria yang nampaknya berusaha untuk terlihat simpatik itu memberi ucapan selamat tahun baru, mengajak orang mendonorkan darahnya, sampai mengajak warga Jakarta untuk memperhatikan nasib anak-anak yang putus sekolah.
Pria itu adalah Adang Daradjatun.
Dan buat gue yang tidak gawul ini, kontan gue bertanya, "WHO THE HELL IS ADANG DARADJATUN?" Lalu setelah browsing kecil-kecilan, gue mengetahui bahwa bapak ini adalah wakapolri yang (saat ini) masih aktif, ketua PB PABBSI yang bertekad membuat lifter Indonesia berjaya di Asian Games, ketua PPDI (Perhimpunan Donor Darah Indonesia) yang sempet gue salah kira dia ketua PMI, sampai ketua perhimpunan Kerukunan Warga Jakarta yang... euh, ini organisasi apa ya?
Kenapa dia akhir-akhir ini begitu getol nongol di media? Oooh, ternyata dia adalah salah satu cawagub dari DKI Jakarta pada periode pemilihan tahun ini. Lho, emang udah mulai masa kampanye? Itu dia masalahnya... Ternyata buat do'i ekspos media sedemikian heibat itu adalah bukan kampanye terselubung. Itu adalah hal yang wajar-wajar saja. Sama wajarnya ketika ia membuka turnamen sepakbola 'Adang Daradjatun Cup' yang bertujuan agar 'wajahnya dikenal orang'. Apa pentingnya wajahnya dikenal orang? Kalau hubungannya dengan pemilihan gubernur bukannya itu sudah termasuk kampanye?
Buat gue yang masih hijau dalam dunia adpertensi, seyogyanya iklan yang baik dibuat berdasarkan insight dari targetnya, sehingga pesan yang disampaikan lebih mudah sampai, sukur-sukur dilakukan oleh si target. Iklan menggunakan public figure sebagai endorser pun tidak serta merta lebih mudah berhasil karena kemungkinan orang akan terlalu fokus pada si public figure sehingga tidak terlalu memperhatikan pesannya. Ini resiko. Tapi sepertinya dalam kasus iklan-iklan tokoh ini resiko ini justru disengaja. Iklan membawakan pesan-pesan yang terlalu klise atau bahkan gak jelas (dan lebih sering gak penting), yang penting si tokoh menjadi center of attention. Wajar? Bisa jadi kalau kita ingat bahwa tujuan dari iklan tidak berarti sama dengan pesan yang disampaikan.
Dan lagi, iklan menggunakan endorser biasanya dipilih public figure yang punya pengaruh di masyarakat, punya basis massa, dan yang terpenting, omongannya dipercaya. Mungkin ini sebabnya di tivi kita lebih banyak iklan berbintang selebritis dan pelawak daripada politikus. Karena selebritis dan pelawak lebih bisa dipercaya daripada politikus, heheheheh....
Dan Adang Daradjatun bukan satu-satunya yang bersalah dalam hal ini. Beberapa waktu yang lalu gue juga melihat iklan tivi berbintang Sarwono Kusumaatmadja yang beradegan seperti petugas SAR yang serta merta menolong keluarga yang rumahnya tertimpa bencana. Lagi-lagi pesan yang ia sampaikan tak jelas, yang lebih gue ingat hanya ekspresi wajah Pak Sarwono yang datar dalam adegan yang seharusnya penuh aksi tersebut. Kayanya dia ngomong soal apa yang mesti diselamatkan dalam bencana. Oh, ternyata doi juga mau mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI... ya, ya, ya... Atau satu lagi, pemasangan foto dengan pesan anti narkoba* dengan wajah Fauzi Bowo di tiap ujung gang di Jakarta (yang entah kenapa fotonya selalu mengingatkan gue pada sosok Hitler, tapi mengenakan batik). Betapa mereka-mereka ini rela mengucurkan uang yang tidak sedikit (uang pribadi? asalnya dari mana?) supaya 'wajah mereka lebih dikenal'.
Sekarang apakah hal-hal seperti ini bisa mempengaruhi keputusan gue dalam pemilihan gubernur DKI yang katanya akan langsung itu? Sejujurnya tidak. Gue malah kehilangan simpati pada orang-orang yang gue anggap 'licik' dan tidak etis seperti ini. Belum jadi gubernur aja sudah main akal-akalan, bagaimana dia bisa dipercaya jadi gubernur? Kalo nanya gue, dalam pemilihan gubernur nanti gue maunya mencoblos foto Pak Sutiyoso. Gue mau mencoblosnya berkali-kali. Setelah sebelumnya membaca jampi-jampi voodoo tentunya...
--------
*kok gue jadi teringat joke ini:
"Dalam kampanye anti narkoba yang digalakkan pemerintah, siapa yang paling terkenal?"
"Jawabannya, yang paling terkenal adalah Seno. Nama lengkapnya Seno Tudrag."
Halah! :P
Pria itu adalah Adang Daradjatun.
Dan buat gue yang tidak gawul ini, kontan gue bertanya, "WHO THE HELL IS ADANG DARADJATUN?" Lalu setelah browsing kecil-kecilan, gue mengetahui bahwa bapak ini adalah wakapolri yang (saat ini) masih aktif, ketua PB PABBSI yang bertekad membuat lifter Indonesia berjaya di Asian Games, ketua PPDI (Perhimpunan Donor Darah Indonesia) yang sempet gue salah kira dia ketua PMI, sampai ketua perhimpunan Kerukunan Warga Jakarta yang... euh, ini organisasi apa ya?
Kenapa dia akhir-akhir ini begitu getol nongol di media? Oooh, ternyata dia adalah salah satu cawagub dari DKI Jakarta pada periode pemilihan tahun ini. Lho, emang udah mulai masa kampanye? Itu dia masalahnya... Ternyata buat do'i ekspos media sedemikian heibat itu adalah bukan kampanye terselubung. Itu adalah hal yang wajar-wajar saja. Sama wajarnya ketika ia membuka turnamen sepakbola 'Adang Daradjatun Cup' yang bertujuan agar 'wajahnya dikenal orang'. Apa pentingnya wajahnya dikenal orang? Kalau hubungannya dengan pemilihan gubernur bukannya itu sudah termasuk kampanye?
Buat gue yang masih hijau dalam dunia adpertensi, seyogyanya iklan yang baik dibuat berdasarkan insight dari targetnya, sehingga pesan yang disampaikan lebih mudah sampai, sukur-sukur dilakukan oleh si target. Iklan menggunakan public figure sebagai endorser pun tidak serta merta lebih mudah berhasil karena kemungkinan orang akan terlalu fokus pada si public figure sehingga tidak terlalu memperhatikan pesannya. Ini resiko. Tapi sepertinya dalam kasus iklan-iklan tokoh ini resiko ini justru disengaja. Iklan membawakan pesan-pesan yang terlalu klise atau bahkan gak jelas (dan lebih sering gak penting), yang penting si tokoh menjadi center of attention. Wajar? Bisa jadi kalau kita ingat bahwa tujuan dari iklan tidak berarti sama dengan pesan yang disampaikan.
Dan lagi, iklan menggunakan endorser biasanya dipilih public figure yang punya pengaruh di masyarakat, punya basis massa, dan yang terpenting, omongannya dipercaya. Mungkin ini sebabnya di tivi kita lebih banyak iklan berbintang selebritis dan pelawak daripada politikus. Karena selebritis dan pelawak lebih bisa dipercaya daripada politikus, heheheheh....
Dan Adang Daradjatun bukan satu-satunya yang bersalah dalam hal ini. Beberapa waktu yang lalu gue juga melihat iklan tivi berbintang Sarwono Kusumaatmadja yang beradegan seperti petugas SAR yang serta merta menolong keluarga yang rumahnya tertimpa bencana. Lagi-lagi pesan yang ia sampaikan tak jelas, yang lebih gue ingat hanya ekspresi wajah Pak Sarwono yang datar dalam adegan yang seharusnya penuh aksi tersebut. Kayanya dia ngomong soal apa yang mesti diselamatkan dalam bencana. Oh, ternyata doi juga mau mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI... ya, ya, ya... Atau satu lagi, pemasangan foto dengan pesan anti narkoba* dengan wajah Fauzi Bowo di tiap ujung gang di Jakarta (yang entah kenapa fotonya selalu mengingatkan gue pada sosok Hitler, tapi mengenakan batik). Betapa mereka-mereka ini rela mengucurkan uang yang tidak sedikit (uang pribadi? asalnya dari mana?) supaya 'wajah mereka lebih dikenal'.
Sekarang apakah hal-hal seperti ini bisa mempengaruhi keputusan gue dalam pemilihan gubernur DKI yang katanya akan langsung itu? Sejujurnya tidak. Gue malah kehilangan simpati pada orang-orang yang gue anggap 'licik' dan tidak etis seperti ini. Belum jadi gubernur aja sudah main akal-akalan, bagaimana dia bisa dipercaya jadi gubernur? Kalo nanya gue, dalam pemilihan gubernur nanti gue maunya mencoblos foto Pak Sutiyoso. Gue mau mencoblosnya berkali-kali. Setelah sebelumnya membaca jampi-jampi voodoo tentunya...
--------
*kok gue jadi teringat joke ini:
"Dalam kampanye anti narkoba yang digalakkan pemerintah, siapa yang paling terkenal?"
"Jawabannya, yang paling terkenal adalah Seno. Nama lengkapnya Seno Tudrag."
Halah! :P
Udah pusing sama kerjaan, malah ngerjain beginian...
http://www.tktq.net
Kemarin seorang teman mengirimkan link ini ke gue. Berisi kumpulan teka-teki yang mengandalkan logika (logika yang bikin tekateki sih, huh...). Sekarang gue baru sampe level 12 dan agak frustasi. Mau nerusin tapi kok mentok, mau dilupain kok sayang, heheheh...
Kemarin seorang teman mengirimkan link ini ke gue. Berisi kumpulan teka-teki yang mengandalkan logika (logika yang bikin tekateki sih, huh...). Sekarang gue baru sampe level 12 dan agak frustasi. Mau nerusin tapi kok mentok, mau dilupain kok sayang, heheheh...
Selasa, 13 Februari 2007
Jangan menilai orang dari pecinya...
Kasus #1
Kira-kira hampir sebulan lalu, gue menyadari bahwa batas waktu pengurusan pajak motor gue sudah dekat. Dari yang berniat mengurusnya sendiri ke Samsat keliling, akhirnya dengan nada dasar M (untuk 'malas') gue memutuskan buat memakai biro jasa. Sebuah nomor telepon diberikan oleh teman sekantor gue dengan diimbuhi cerita bahwa bapak pemilik nomer telepon ini sudah 'berhasil' mengurus pajak kendaraan beberapa teman. Cepat lagi, pagi diambil, siang selesai.
Akhirnya gue teleponlah si bapak itu (aduh gue lupa namanya). Dia datang ke kantor gue tak lama kemudian. Sudah agak tua, gue tebak di atas 50-an. Mungkin 60-an malah. Berpeci dan berbaju safari. Memegang tas kempit dari kulit imitasi. Gerak-geriknya terlihat masih gesit, senggaknya keliatannya masih bisa menang lari dari gue yang boyo ini. Gue langsung merasa simpati sama si bapak. Emang gue gampang luluh melihat orang tua yang masih giat bekerja. Mengingatkan gue bahwa hidup ini keras dan gak boleh malas2an. Katanya dia sudah pengalaman puluhan tahun mengurus begituan. Pokoknya siang selesai, katanya sambil membawa STNK dan fotokopi KTP gue, plus uang 135 ribu. Karena gue gak punya uang pas, gue berilah dia 150 ribu. Dia mencatat di tanda terima yang gue pegang 'kurang 15.000' Gak lupa nomer telepon gue dicatatnya buat ngabarin 'kalau ada apa-apa'.
Sampai jam tiga gue tunggu gak ada kabar. Gue telpon nomer henponnya. Gak aktif. Gue telpon kantornya. Juga gak diangkat. Jam empat, gak ada kabar juga. Gue telpon lagi henponnya, gak aktif lagi. Gue telpon kantornya akhirnya ada yang angkat, cuma buat ngabarin kalo si bapak sudah pulang.
Hore! Jadilah gue sore itu pulang tanpa membawa STNK. Harap-harap cemas mudah-mudahan gak ketemu polisi iseng, gue menjadi sangat santun berkendara (biasanya juga gitu kok :P). Besok paginya, setelah sukses sampe kantor lagi, gue telpon lagi henpon si bapak. Akhirnya diangkat, dan dia bilang nanti siang diantar karena kemarin komputernya samsat mati. Dengan sedikit marah gue protes, kenapa gak ngabarin. Kan dia udah nyatet nomer gue. Dia cuma bilang pokoknya nanti siang diantar.
Siangnya sekitar jam 2. Datanglah seorang anak kecil mengantar STNK gue yang sudah jadi. Gue yang udah siap2 mau protes jadi bingung, siapa lagi ini? Si anak bilang kalo dia disuruh mengantarkan STNK itu. Waktu gue bilang gue masih ada kembalian 15 rebu, si anak malah bingung. Halah, akhirnya gue biarkan anak itu pergi dan gue mengiklaskan uang gue. Jumlahnya agak bikin gue malas cari ribut. Cuman yang bikin gue gondok adalah, kenapa caranya seperti itu? Mentang2 usaha kecil trus mengecilkan arti 'pelayanan'. Emang gue minta aneh2? Kalo janji mbok ya ditepati, kalo gak sanggup ya bilang.... Simpati gue ke bapak itu sirna sudah...
Kasus #2
Tersebutlah tetangga depan rumah gue yang merelakan sebagian rumahnya untuk dijadikan pavilyun yang kemudian disewakan. Penyewa pertamanya adalah seorang perempuan yang jarang terlihat. Kalaupun terlihat dia selalu berpakaian seronok. Model yang malam2 keluar pake tanktop dan hotpants gitu lah. Katanya lagi, dia adalah seorang istri simpanan seorang perwira polisi (duh Ibu, tanpamu aku bakal ketinggalan gosip lokal kaya gini nih :P). Kenapa mereka begitu ngetop adalah karena sebenarnya mereka bukan penghuni baru daerah situ. Sebelumnya mereka pernah mengontrak di dekat situ, sebelum akhirnya diusir oleh pemilik kontrakan. Sebabnya mereka sering bertengkar hebat sampe banting2an peralatan rumah tangga dan itu dianggap mengganggu (ya iya lah!). Akhirnya mereka mengontrak di depan rumah gue ini...
Si istri simpanan saja jarang terlihat, apalagi suaminya yang hanya datang di hari-hari tertentu di malam hari dan pergi lagi esok pagi-pagi sekali. Boro-boro bergaul dengan tetangga sekitar. Mukanya aja kita gak apal. Gue cuma ingat tanktop dan hotpants si istri, mukanya tidak. Oh ya, juga teriakan2 dan suara pecah belah kalau mereka lagi bertengkar. Ya, sempat sekali dua kali terdengar juga.
Seminggu yang lalu setelah ibuku wafat, seorang laki-laki datang ke rumah sendirian. Bapak yang nggak ngeh wajahnya baru sadar setelah si laki-laki memperkenalkan diri. Ternyata dia si suami, sang perwira polisi. Dia mengatakan ikut berduka cita dan menanyakan ibu sakit apa. Dari ngobrol-ngobrol begitu kami jadi terharu, ternyata orang yang suka kita nyinyiri malah menaruh perhatian juga sama kita. Meskipun dia sering pergi pagi-pagi sekali, tapi dia sering melihat Bapak dan Ibu di depan rumah sedang berkebun atau membaca koran. Di saat gak semua tetangga datang, dia yang kelihatannya gak peduli malah menunjukkan perhatian. Jadi merasa bersalah banget dan kita jadi simpati sama dia.
Jangan percaya kesan pertama. Bagaimana cara menghargai orang lain sama sekali gak ada hubungannya sama penampilan. Sering banget kita gak sadar kalo cara kita menilai orang lain begitu diracuni oleh stereotip-stereotip, sampe-sampe yang namanya prasangka baik sering kita lupain...
Rabu, 07 Februari 2007
I have so many things to tell..
..yet I can get nothing out of my mind.
I remember everything, yet I cannot share anything.
It is sad to realize that after everything you've done for me, I felt that I've never done anything that can came close to repaying you.
Happy birthday, my beloved mother.
Miss you already...
Langganan:
Postingan (Atom)